Saint-Denis, Pulau La Reunion (ANTARA News) - Puing yang diyakini berasal dari sebuah pesawat Boeing 777 --dan kemungkinan dari pesawat hilang Malaysia Airlines Penerbangan MH370-- tengah menuju Prancis di mana penyidik berharap teknologi canggih akan membantu mengungkapkan sebuah misteri yang sudah berumur hampir satu tahun setengah, lapor jaringan televisi berita Amerika Serikat CNN, dalam lamannya.

Puing --yang semakin diyakini penyidik berasal dari sebuah pesawat Boeing 777-- itu ditemukan pekan ini di pulau terpencil di Samudera Hindia, Pulau La Reunion.

Pihak berwenang Prancis mengatakan pertengahan pekan nanti akan mulai bekerja untuk mengidentifikasi secara konklusif puing itu. Tapi sebelum pengadilan Prancis akan bertemu dahulu dengan para penyidik transportasi udara Prancis dan Malaysia serta peradilan Malaysia.

Boeing menyatakan tengah mengirimkan pakar-pakarnya ke Prancis, sedangkan Badan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB) juga menuju ke sana untuk turut bagian dalam penyelidikan.

Seorang sumber yang dekat dengan penyelidikan Prancis mengatakan kepada CNN bahwa laporan awal akan terbit paling cepat pekan depan.

Sumber tadi melanjutkan bahwa laporan itu tidak akan memberikan "rangkaian pasti dari peristiwa-peristiwa", namun paling tidak akan memupus berbagai skenario.

Bagi para pakar sendiri, puing yang ditemukan itu tampak seperti sebuah flaperon, yakni bagian sayap pesawat yang memungkinkan pesawat bisa mengendalikan perputaran dan kecepatannya.

Para penyelidik Boeing yakin puing itu berasal dari sebuah pesawat 777, kata sumber yang dekat kepada penyelidikan.

Dia mengatakan penyelidik-penyelidik Boeing menarik kesimpulan awal itu dari foto-foto yang telah dianalisis dan pelat nomor yang selaras dengan komponen 777.

Seorang sumber lainnya berkata kepada CNN bahwa para insinyur Boeing telah melihat bagian nomor "10-60754-1133" pada foto-foto mengenai komponen 777 itu yang kemudian dipastikan oleh sebuah perusahaan pemasok suku cadang Boeing sebagai segel yang berkaitan dengan Boeing 777.

Foto-foto puing yang bertebaran itu cocok dengan gambar skematik dari flaperon sayap kanan Boeing 777.

Analisis-analisis awal itu yang membuat Wakil Menteri Transportasi  Malaysia Abdul Aziz Kaprawi berani menyimpulkan puing itu "hampir pasti milik sebuah pesawat Boeing 777." Pernyataan Kaprawi ini diamini seorang penyelidik aeronautika Prancis yang dekat dengan penyelidikan MH370.

Martin Dolan, kepala koordinasi pencarian bawah laut MH370 Australia, berkata kepada CNN bahwa dia "semakin yakin namun belum pasti" bahwa puing itu berasal dari MH370.

Dolan menyatakan selama ini tak ada pesawat Boeing 777 yang jatuh ke Samudera Hindia selain Malaysia Airlines MH370, dan puing pesawat itu sendiri ditemukan di Samudera Hindia.

Sementara itu salah satu tim pengamat penerbangan independen mengatakan kerusakan pada flaperon semestinya memberi petunjuk berharga kepada pihak berwenang bahwa bagian itu terlepas selagi pesawat masih melayang di udara.

Tim pimpinan pendiri American Mobile Satellite Corp. Mike Exner ini menunjuk bagian kecil kerusakan pada bagian depan flaperon dan robekan mendatar di bagian belakangnya.

Kerusakan di bagian belakang flaperon terjadi karena posisi flaperon berada di bawah ketika pesawat masuk samudera, tulis kelompok Exner ini dalam kajian awal setelah mempelajari foto-foto dan video mengenai komponen itu.

Namun tidak rusaknya bagian depan flaperon kemungkinan terjadi karena pesawat jatuh menukik dalam kecepatan tinggi, curam serta berpilin, dan bagian ini melayang-layang sampai kemudian putus sama sekali, simpul kelompok Exner ini.

Namun, kepada CNN, seorang spesialis komponen pesawat udara tidak bersepakat dengan analisis itu.

Tidak rusaknya bagian depan flaperon "menerangkan kepada saya bahwa komponen itu masih bisa kembali pada posisi aslinya di dalam sayap pesawat itu sendiri," kata Michael Kenney, wakil presiden senior Universal Asset Management, yang memasok komponen-komponen pesawat ke sejumlah perusahaan penerbangan.





Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015