Jakarta (ANTARA News) - KPK menahan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti setelah diperiksa sembilan jam sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan.

Senin malam sekitar pukul 21.10 WIB Gubernur Sumatera Utara keluar dari gedung KPK, Jakarta telah menggunakan baju tahanan KPK dan langsung di boyong ke Rutan Cipinang, Jakarta Timur.

Tidak berapa lama, istrinya Evi Susanti dibawa dengan mobil yang berbeda dan akan ditahan di Rutan KPK.

"Penahanan 20 hari pertama, Evi di rutan KPK. Gatot ditahan di rutan Cipinang," kata kuasa hukum Gatot dan Evi, Razman Arief Nasution di KPK.

Pihaknya berharap seluru kasus dapat diproses oleh KPK dan bukan kejaksaan, karena akan mempermudah prosesn penyidikan kasus tersebut.

"Kami meyakini kerja KPK profesional dan akan lebih baik, kami mendorong agar kasus dugaan suap ini segera diproses secepatnya ke Pengadilan Tipikor," kata dia.

Dia mengatakan pihak Gubernur Sumatera Utara juga akan melakukan praperadilan, mereka terlebih dahulu akan mendalami kasus tersebut.

Sebelumnya, sekitar pukul 11.55 WIB Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti, didampingi kuasa hukumnya memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka.

Pemeriksaan ini adalah yang pertama sebagai tersangka sejak KPK menetapkan Gatot dan Evi sebagai tersangka dugaan pemberi suap kepada hakim pada 28 Juli 2015 lalu.

Sebelumnya Gatot dan Evi diperiksa sebagai saksi di KPK. Gatot sudah dua kali diperiksa KPK sebagai saksi yaitu pada 22 dan 27 Juli 2015 sedangkan Evi juga diperiksa pada 27 Juli 2015.

Gatot dan Evi disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Selain Gatot dan Evi, KPK juga sudah menetapkan enam orang tersangka lain yaitu penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh Kejati Sumut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan OTT di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry sehingga didapatkan uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama, karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Pewarta: Aubrey KF
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015