Jakarta (ANTARA News) - Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Suwarjono menilai bahwa kasus dugaan pencemaran nama baik yang menjerat dua komisioner Komisi Yudisial (KY) dan dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) bukan kasus pidana melainkan persoalan etika pers.

"Kasus ini harus diselesaikan melalui mekanisme undang-undang pers karena undang-undang pers sudah cukup kuat," kata Suwarjono dalam diskusi "Kebebasan Berpendapat dan Kebebasan Berekspresi Terancam" di Dewan Pers, Selasa.

Menurut Suwarjono, ada dua hal yang meyakinkan AJI bahwa kasus tersebut bukan persoalan pidana.

"Pendapat dan komentar yang masuk ke media, diambil alih oleh media. Media punya peran tanggung jawab atas konten-konten yang ditulis," ujar Suwarjono.

Ia menambahkan, berdasarkan undang-undang pers dan kode etik bahwa sangat penting menempatkan kebebasan bagi para narasumber.

"Media harus memberikan keamanan bagi narsum untuk menyampaikan pendapatnya. Bagaimana kita melindungi, meyakinkan, dan membuat narsum merasa aman untuk bicara," jelas Suwarjono.

Dengan masuknya kasus tersebut ke dalam ranah pidana, maka hal tersebut mencerminkan kemunduran demokrasi.

"Sangat disayangkan karena ini dimasukkan ke ranah pidana. Kalau nanti setiap ada perdebatan atau diskusi lalu diproses pidana, ini kemunduran," kaya Suwarjono.

Dalam kasus KY, hakim Sarpin Rizaldi melaporkan Ketua KY Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurahman Sauri ke Bareskrim Polri pada 30 Maret 2015 dengan tuduhan mencemarkan nama naiknya terkait putusan praperadilan yang diajukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.

Sedangkan pada kasus ICW, Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dan Wakil Koordinator Badan Pekerja ICW Emerson Yuntho dilaporkan oleh pakar hukum tata negara Romli Atmasasmita atas tuduhan pencemaran nama baik. Kedua aktivis tersebut dituduh memberi pernyataan yang mencemarkan nama baiknya di sejumlah media massa.

Pewarta: Monalisa
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015