Jakarta (ANTARA News) -Pusat Pelaporan Transaksi dan Analisis Keuangan (PPATK) mengingatkan advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), akuntan, akuntan publik dan perencana keuangan untuk menghindari dijadikan alat pelaku pidana melakukan pencucian uang.

"Kita memposisikan profesi advokat, notaris, akuntan, perencana keuangan yang dalam profesi punya kode etik dan SOP. Kita tidak ingin mereka ternoda karena pelaku kejahatan karena biasanya yang korupsi atau penggelapan pajak berusaha agar hasil kejahatan mereka tidak terlacak," kata Kepala PPATK Muhammad Yusuf di Jakarta, Kamis.

Yusuf mengatakan profesi-profesi tersebut sangat rentan dijadikan alat pencucian uang karena dilindungi kerahasiaan sehingga memiliki hak istimewa melewati aturan pengungkapan atau pelaporan pada berbagai lembaga keuangan.

Muhammad Yusuf mengatakan seorang profesional di bidang keuangan atau hukum dengan keahlian, pengetahuan dan akses khusus pada sistem keuangan yang memanfaatkan keahlian tersebut untuk menyembunyikan hasil tindak pidana merupakan "gatekeeper".

Modus yang biasa dilakukan "gatekeeper" berdasarkan penelitian PPATK, ujar dia, adalah mendirikan perusahaan fiktif, membeli properti, membuka rekening bank dan mentransfer atas nama klien mereka dengan pihak terkait atau perantara.

Tindak pidana pencucian uang, ujar dia, mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan sehingga para praktisi tersebut seharusnya memastikan transaksi yang dilakukan kliennya merupakan transaksi yang legal.

Selain itu, jika menemukan transaksi mencurigakan dari pengguna jasanya, praktisi-praktisi tersebut harus melapor kepada PPATK.

"Mereka bisa memperkirakan dengan melihat profil kliennya, misalnya mungkin tidak PNS membeli rumah seharga Rp2 miliar. Kalau menemukan yang mencurigakan harus melaporan ke PPATK," kata Yusuf.

Kewajiban melapor tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Dari data 2014-2015, PPATK mencatat jumlah oknum yang melakukan transaksi tunai dalam satu hari transaksi minimal Rp500 juta adalah ratusan ribu individu, sedangkan perusahaan ribuan perusahaan dengan nilai transaksi mencapai triliunan rupiah.

Pewarta: Dyah DA
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015