Putusan ini (Mahkamah Konstitusi) telah menghambat tegaknya moral dan etika dalam berpolitik."
Surabaya (ANTARA News) - Nahdlatul Ulama (NU) sepakat untuk meminta Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat agar merumuskan kembali norma hukum dalam praktik kehidupan berpolitik.

"Suara NU sepakat untuk meminta kepada Pemerintah dan DPR untuk merumuskan norma hukum untuk mencegah praktik politik yang tidak ber-akhlakul karimah," kata Ketua Komisi Rekomendasi Muktamar ke-33 NU Masduki Baidlowi saat dihubungi Antara di Surabaya, Kamis.

Masduki mengatakan usulan tersebut muncul pascaputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan pencegahan politik dinasti dan memberikan ruang kembali bagi mantan narapidana korupsi untuk meraih jabatan publik.

"Putusan ini (Mahkamah Konstitusi) telah menghambat tegaknya moral dan etika dalam berpolitik," ujar Masduki yang merupakan Wakil Sekretaris Jendral Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) masa khidmat 2010-2015 itu.

Sebelumnya diketahui Pasal 7 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota yang mengatur syarat bagi bakal calon kepala daerah agar tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Artinya, tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana. Yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak dan menantu, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan.

Akan tetapi, kemudian MK dalam putusannya menyatakan pasal tersebut inkonsitusional karena bertentangan dengan UUD 1945. Putusan tersebut dikeluarkan setelah sebelumnya ipar petahana Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, A Irwan Hamid mengajukan pengujian undang-undang ke MK.

Menurut Komisi Rekomendasi Muktamar ke-33 NU, saat ini politik tidak menjelma sebagai instrumen untuk memperjuangkan kebajikan umum (public virtue).

"Kami di Komisi Rekomendasi melihat politik berubah menjadi arena perburuan rente untuk mengeruk sumber daya dan keuangan publik," ujar dia.

Indonesia memang berhasil membuktikan kompatibilitas Islam dan demokrasi, tetapi pematangan dan pendewasaan demokrasi mutlak harus dilakukan.

"Agar demokrasi menjadi wasilah mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional," tuturnya.

Usulan dari Komisi Rekomendasi Muktamar ke-33 NU tersebut dibacakan di depan peserta muktamar atau Muktamirin yang disahkan dalam Pleno Komisi dengan pimpinan sidang KH. Ahmad Muzakki pada Rabu (5/8). 

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015