Enggak mencari hadiahnya. Yang penting senang sama-sama
Jakarta (ANTARA News) - Dipacu teriakan penonton yang menyemangatinya, Nuryani terus memanjat satu tiang setinggi tiga meter yang digantungi hadiah.

"Panjat terus! Panjat terus!" teriak warga yang menonton panjat pinang di bantaran Kali Ciliwung di Pasar Rebo, Jakarta Timur.

Ditopang tangan teman-temannya, Nuryani mengaitkan tangannya pada kayu penyangga hadiah, lalu menghela tubuhnya sendiri ke atas melewati tiang licin.

Begitu di puncak, dia segera mencabut kantung plastik berisi sejumlah uang tunai dan membuka lilitan kardus bergambar perangkat elektronik.

Warga Kampung Poncol itu tidak kesulitan melepas tali yang mengikat sepeda, namun beberapa saat kemudian panitia mengumumkan waktu Nuryani untuk berada di puncak tiang tersisa 10 detik.

Sepuluh detik berlalu dan ia harus turun tanpa sepeda, diganti kelompok putri berikutnya yang juga mencoba peruntungan sampai ke puncak seperti dia tadi.

"Saya baru kali ini ikut panjat pinang," kata Nuryani, sesekali minum air kemasan plastik.

Perempuan usia 40an itu terlihat begitu sumringah karena kelompoknya menjadi yang pertama meraih hadiah dalam lomba panjat pinang ini.

Seperti yang dilakukan yang lainnya kepada dia, Nuryani juga menyemangati kelompok berikutnya yang sedang kesulitan memanjat pinang yang licin.

Tak jauh dari lokasi panjat pinang, Yulianti, warga Kali Sari duduk menyaksikan lomba tangkap belut di depannya.

Caranya begini, peserta lomba mengambil belut dari ember yang disediakan, lalu cepat-cepat menempuh jarak lima meter untuk memasukkan belut ke botol berisi air. Begitu seterusnya sampai waktu yang ditentukan habis. Siapa yang paling banyak memindahkan belut ke botol, itulah juaranya.

Tangkap belut, pukul kendi, balap karung, mengigit koin dari jeruk bali adalah lomba yang diadakan di Pesta Rakyat Ciliwung, Sabtu akhir pekan lalu.

Anak-anak hingga orang dewasa turut serta dalam lomba tradisional yang kerap diadakan ketika bangsa ini memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus.

"Enggak mencari hadiahnya. Yang penting senang sama-sama," kata perempuan usia 43 tahun itu.

Patricia, mahasiswi yang tinggal di dekat tempat lomba, turut bersemangat menyaksikan lomba pukul bantal yang diadakan di sungai.

Meskipun sejak kecil jarang mengikuti lomba 17-an, hampir setiap tahun dia datang untuk melihat selebrasi rakyat ini.

"Seru dan ramai. Kapan lagi lihat lomba," kata dia yang datang bersama teman-temannya.

Semua menantikannya


Yulianti sejak kecil sudah sering mengikuti lomba tujubelasan sehingga ia selalu menantinya.

"Harus ada dong. Ini setahun sekali," kata dia.

Biasanya, ia dan kelompok ibu rumah tangga di daerahnya memasak untuk lomba agustusan malam sebelumnya.

Usai lomba, mereka akan menyantap nasi tumpeng dan lauk-pauk yang disediakan.

Nuryani mengamini perkataan Yulianti bahwa harus ada lomba tujuhbelas agustusan.

"Harus ada lomba, nanti enggak ramai," kata dia. "Ini kan hiburan rakyat."

Hampir semua menanti dan merindukan momen setahunan ini, tidak terkeculia pesohor seperti aktor Tora Sudiro yang rindu melihat perlombaan tradisional.

"Biasanya lihat anak-anak main 'gadget'. Pingin menggerakkan juga ke anak-anak (untuk ikut lomba agustusan)," aku Tora.

Lain halnya dengan aktor dan pembawa acara Sogi Indra Dhuaja. Dia malah mengadakan sendiri lomba keluarga di rumah mertuanya.

Biasanya, ia mengadakan lomba makan kerupuk atau balap karung untuk 23 anak yang ada di keluarga besarnya.

"Semua dapat hadiah, bingung juga," kata Sogi, diiringi tawa keras, lepas nan merdeka.

Oleh Natisha Andarningtyas
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015