Jakarta (ANTARA News) - Jika pada masanya, para pejuang mempersembahkan kemerdekaan bagi tanah air, kini generasi penerusnya berkewajiban mengisi kemerdekaan dengan berbagai hal yang mampu membawa harum nama bangsa, pada perayaan ke-70 RI, Senin.

Para pelaku industri kreatif salah satunya, mereka berinovasi untuk mengasah kemampuan dan keahliannya dalam menciptakan karya yang mampu dinikmati sekaligus memiliki nilai jual yang tinggi.

Alvinska Oktaviana (21) merupakan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mampu menciptakan inovasi sebuah kerajinan tutup lampu dekor untuk ruang dalam.

“Decorative Fashion Lamp” merupakan nama produk yang diangkat Vinska untuk membuat kerajinan tutup lampu berbentuk pakaian dari bahan serat kayu lantung, yang hanya terdapat di Bengkulu yang ramah lingkungan.

“Biasanya produk kerajinan untuk interior menggunakan bahan-bahan dari polyester, kulit hewan dan bahan-bahan yang biasanya tidak memperhatikan keramahan lingkungan,” ujar Vinska.

Serat kayu lantung dipilih karena lebih kuat dan tahan lama, terlebih setelah melalui proses eksplorasi.

Vinska kemudian mengubah warna serat kayu yang cenderung cokelat dan berstruktur menjadi polos dengan cara di “bleaching”.

Setelah didapatkan warna cokelat muda polos, serat kayu tersebut dipukul-pukul atau dinamakan teknik daluang, untuk mendapatkan tekstur yang diinginkan, sepeti kotak-kotak, garis-garis atau motif lainnya.

“Teknik daluang sebetulnya digunakan masyarakat Bengkulu di atas kain. Tapi saya menggunakannya di atas serat kayu. Sehingga membentuk lembaran dan motifnya keluar,” kata Vinska.

Vinska kemudian memotong-motongnya dan menguraikannya serta memprosesnya seperti mengolah kertas daur ulang, hingga menjadi lembaran-lembaran yang lebih lebar.

Selanjutnya, Vinska membuat kerangka pakaian dari besi pada “standing lamp” yang ingin ia rancang, yang kemudian dibentuk seperti pakaian.

Tiga karya lampu dekoratif fashion buatanVinska mengambil konsep pakaian perempuan pada era1960-an, yang berbentuk gaun panjang selutut, di atas lutut hingga mata kaki.

Kerah pada gaun tersebut mengikuti fashion ala perempuan 1960-an, yakni kerah sabrina, yang menempel pada bahu.

Lampu dekoratif tersebut dibuat setinggi hampir dua meter, yang dapat diletakkan di ruang tamu atau ruang keluarga.

Untuk karya yang telah mendapat tujuh penghargaan dari dalam dan luar negeri tersebut, Vinska membanderol harga Rp5 juta per buah.

“Harga tersebut sudah mempertimbangkan berbagai hal, termasuk dalam memperoleh bahan baku yang hanya ada di Bengkulu,” kata Vinska.

Kreativitas berharga yang dibuat Vinska juga dilakukan oleh mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November Jamal Hady (25) yang mempertemukan bahan baku tradisional dengan musik.

Berangkat dari kebutuhan gitar yang praktis dan memanfaatkan bahan baku dari Bambu, karya Jamal bernama “Giboo” mampu diciptakan.

“Hal mendasar adalah bahan baku kayu yang semakin terbatas. DI Kalimantan bahkan sudah menurun,” kata Jamal.

Jamal memilih jenis bambu petung untuk membuat sebuah gitar klasik berukuran panjang sekitar 40 centimeter.

Jamal menggunakan bambu dengan dimensi yang besar dan berdaging tebal, agar bisa mengeluarkan suara seperti gitar pada umumnya.

Sebilah bambu petung dibelah menjadi dua bagian dengan diameter sekitar 15 centimeter. Di mana setengah bambu tersebut dijadikan badan gitar dan sisanya dibelah-belah dan disambung hingga membentuk lempengan untuk menutup bagian terbuka dari badan gitar tadi.

“Saya perlu riset untuk mendapatkan hasil suara yang diinginkan. Sehingga meskipun ukurannya kecil, tapi suara yang dihasilkan tetap sama dengan gitar klasik pada umumnya,” ujar Jamal.

Jamal tidak ingin membuat karyanya terlalu eksklusif, bahkan ia ingin berbagai kalangan menggunakan produk yang dihasilkannya tersebut dengan membanderol harga Rp2 juta.

Vinska dan Jamal merupakan contoh positif kalangan muda yang memaksimalkan inovasinya dalam mengisi kemerdekaan melalui keahlian dibidang industri kreatif.

Industri kreatif pilar perekonomian

Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan bahwa subsektor ekonomi kreatif telah memberikan kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dengan pertumbuhan rata-rata 7 persen per tahun.

“Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian terus mendorong pengembangan industri kreatif nasional, yang pertumbuhannya semakin meningkat sekitar 7 persen per tahun,” kata Menperin.

Pada 2014 – 2015, nilai tambah dari sektor ekonomi kreatif diestimasi mencapai Rp111,1 triliun.

Penyumbang nilai tambah tertinggi tersebut, antara lain subsektor mode, kuliner, dan kerajinan.

“Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh subsektor kerajinan dengan laju pertumbuhan ekspor sebesar 11,81 persen, diikutifesyen dengan pertumbuhan 7,12 persen, periklanan sebesar 6,02 persen dan arsitektur 5,59 persen,” ujarnya.

Menurut Menperin, kerajinan tradisional yang telah diwariskan oleh para sesepuh Indonesia mampu menghasilkan produk-produk unggulan.

Selain itu juga mempunyai nilai kekayaan tradisi ataupun corak yang tinggi, baik dari aspek kerajinan, anyaman, tenun, gerabah, ataupun produk sandang yang masing-masing memiliki berbagai bentuk yang indah dan fungsi beragam.

Pilar perekonomian

Industri  kreatif merupakan salah satu pilar dalam membangun ekonomi nasional, karena mampu menciptakan sumber daya manusia yang berdaya saing di era globalisasi, sekaligus menyejahterakan masyarakat, yang membuatnya dipandang sangat strategis.

Dirjen Industri Kecil Menengah Kemenperin Euis Saedah  mengatakan, perkembangan ekonomi kreatif menunjukkan gambaran yang positif.

Dari sisi tenaga kerja, sektor ini mampu menyerap 11,8 juta tenaga kerja atau 10,7 persen dari angkatan kerja nasional, diikuti dengan jumlah unit usaha mencapai angka 5,4 juta unit atau 9,7 persen dari total unit usaha.

Sementara itu, aktivitas ekspor industri ini pun baik, yakni mencapai Rp118 triliun atau 5,7 persen dari total ekspor nasional.

Dari 15 subsektor ekonomi kreatif yang dikembangkan, terdapat tiga subsektor yang memberikan kontribusi dominan terhadap PDB, yaitu kuliner sebesar Rp209 triliun atau 32,5 persen, fesyen sebesar Rp182 triliun atau 28,3 persen dan kerajinan sebesar Rp93 triliun atau 14,4 persen.

Melihat lebih dalam pada kinerja ekspor industri fesyen dan kerajinan, ekspor industri fesyen mencapai Rp76,7 triliun atau meningkat 8 persen dibandingkan tahun 2012.

.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015