Aset masih perlu direviu, terutama di BUMN, supaya jelas sebenarnya aset kita berapa. Untuk itu, kami ingin pemerintah meng-`update` sesuai dengan keadaan sekarang,"
Jakarta (ANTARA News) - Badan Anggaran DPR RI meminta pemerintah mengkaji ulang aset negara karena dinilai jumlahnya terlalu sedikit berdasarkan data Kementerian Keuangan.

"Aset masih perlu direviu, terutama di BUMN, supaya jelas sebenarnya aset kita berapa. Untuk itu, kami ingin pemerintah meng-update sesuai dengan keadaan sekarang," kata Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit dalam rapat kerja dengan Kementerian Keuangan di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu.

Menurut Supit, kini aset yang terdata oleh Pemerintah nilainya di bawah nilai yang seharusnya sekarang sehingga perlu diperbarui perhitungannya.

Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian Keuangan dalam rapat tersebut, aset negara tercatat sebesar Rp3.910,92 triliun, sedangkan kewajiban sebesar Rp2.898,38 triliun.

Supit berpendapat bahwa aset negara kini lebih dari jumlah tersebut.

"Saya yakin aset negara lebih dari Rp5.000 triliun kalau disajikan dengan baik," kata dia.

Dengan pendataan ulang aset negara, kata dia, pemerintah dapat megetahui dengan pasti kemampuan membayar utang dalam mengambil pinjaman atau utang sehingga tidak ada potensi gagal bayar.

Dalam kesempatan yang sama, anggota Banggar Ahmad Ali mengatakan bahwa dirinya meragukan kebenaran data aset yang disajikan pemerintah, padahal aset menyumbang 40 persen terhadap opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ia juga menyayangkan kurangnya perhitungan aset pemerintah yang ada di daerah.

Sementara itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengakui perhitungan aset dari tahun ke tahun menjadi kendala Kemenkeu mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian dari BPK.

"Badan Pemeriksa Keuangan opini wajar dengan pengecualian atas LKPP 2014. Pengecualiannya untuk mutasi aset KKKS, utang, SAL, pengungkapan hukum pada pemerintah," kata Menkeu.

Sebelumnya, laporan keuangan pemerintah pusat dalam pelaksanaan APBN 2014 telah diaudit BPK dengan opini wajar dengan pengecualian. Salah satu kendala yang menyebabkan opini tersebut adalah permasalahan aset negara.

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015