New York (ANTARA News) - Harga minyak mentah berakhir bervariasi pada Kamis (Jumat pagi WIB), dengan minyak AS sedikit "rebound" (berbalik naik) dari kemerosotan yang didorong oleh berlanjutnya kekhawatiran tentang produksi tinggi dan kelebihan pasokan minyak mentah global.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman September ditutup pada 41,14 dolar AS per barel di hari terakhirnya perdagangan kontrak September di New York Mercantile Exchange, naik 34 sen dari penutupan Rabu, lapor AFP.

Sementara itu, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober, acuan internasional, jatuh 54 sen menjadi menetap di 46,62 dolar AS per barel di perdagangan London.

Harga minyak AS atau WTI telah jatuh lebih dari 30 persen dari tingkat tertinggi tahun ini pada Juni. "Rebound" kecil pada Kamis disebabkan melemahnya dolar, kata Gene McGillian dari Tradition Energy.

Sebuah greenback yang lebih lemah membuat minyak mentah yang dihargakan dalam dolar lebih murah, sehingga cenderung merangsang permintaan.

"Kami mencapai tingkat di mana aksi jual mungkin tampak sedikit berlebihan dan saya pikir pasar sedang mencoba untuk menemukan sebuah pijakan," kata dia.

McGillian mencatat kontrak berjangka AS telah jatuh ke serendah 40,21 dolar AS per barel pada hari sebelumnya, tingkat terendah dalam lebih dari enam tahun.

"Tampaknya seolah-olah setiap kali kita mendapatkan beberapa jenis informasi yang bearish sehingga pasar terus bergerak lebih rendah," katanya, menekankan bahwa pasar akan memantau erat perhitungan mingguan minyak AS pada Jumat.

Perusahaan jasa minyak Baker Hughes akan menerbitkan laporan mingguan tentang jumlah rig minyak AS aktif, yang pengamat pasar lihat sebagai indikator produksi dan permintaan minyak mentah AS.

McGillian mengatakan bahwa dengan WTI mendekati 40 dolar AS, rasio risiko/imbalan di pasar mulai berbalik terhadap produksi.

Tanda-tanda bahwa pasokan minyak mentah bisa mulai jatuh karena berkurangnya pengeboran di AS, peningkatan setiap risiko geopolitik, dan indikasi bahwa pelambatan ekonomi Tiongkok akan dapat dikendalikan, bisa mengubah gelombang harga, katanya.

"Pasar rentan terhadap perubahan arah, itu sebabnya aksi jual telah sedikit melambat," kata McGillian.

Di sisi lain, Citigroup melihat WTI mungkin jatuh ke 32 dolar AS per barel.

"Neraca minyak menunjukkan kelebihan pasokan lebih lanjut di sepanjang 2015, menimbulkan pertanyaan seberapa jauh minyak akan turun," kata raksasa perbankan AS itu dalam sebuah komentar pasarnya, menambahkan bahwa mencapai tingkat terendah 2008 di 32,40 dolar AS per barel "adalah sebuah realitas yang masuk akal."

(Uu.A026)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015