Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai wajar bila mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo meminta pengunduran waktu sidang Peninjauan Kembali (PK) karena ia tidak didampingi penasihat hukum.

"Hadi Poermono bukan sarjana hukum, jadi hadir dalam sidang tanpa ada penasihat hukum untuk orang yang bukan hidup di komunitas hukum maka membaca memori PK sepertinya rumit dan sulit, tapi sebenarnya memori PK itu umum saja, jadi memang dia minta waktu untuk mempersiapkan diri menjawab memori PK tersebut," kata pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Pada Kamis (20/8), Hadi meminta pengunduran waktu sidang sehingga hakim tunggal I Ketut Tirta menunda sidang hingga Kamis pekan depan yaitu 27 Agustus 2015.

Namun Indriyanto tidak bersedia untuk menyampaikan isi memori PK yang diajukan oleh KPK.

"Tunggu di persidangan, karena dalam proses peradilan sesuatu yang belum diungkapkan di persidangan secara resmi maka tidak etis untuk diungkapkan di luar persidangan," ungkap Indriyanto.

Sehingga Indriyanto pun tidak mengungkapkan apa dugaan penyeludupan hukum yang mungkin terjadi dalam putusan praperadilan Hadi Poernomo sehingga akhirnya KPK mengajukan PK.

"Selama belum secara resmi dibacakan di pengadilan, tidak etis dalam hukum acara kita untuk disampaikan. Dalam UU sudah ada aturan-aturan mengenai PK, mengenai pernyataan yang bertentangan antara pertimbangan dalam diktum, novum dan lainnya kalau sudah waktunya akan kami jelaskan pada waktunya," ungkap Ranu.

KPK sudah mengajukan PK pada 28 Juli 2015 terkait putusan praperadilan hakim tunggal Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo dan menyatakan tidak sah surat perintah penyidikan KPK yang menetapkan Hadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999 pada 28 Juli 2015.

Berdasarkan UU No 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa pengajuan permohonan PK dilakukan dalam masa 180 hari dengan melampirkan bukti-bukti baru dalam permohonan PK tersebut.

Praperadilan memang adalah putusan final dan mengikat, itu sebabnya semua putusan perapdailan hanya dapat diajukan upaya hukum PK dengan syarat adanya penyeludupan hukum.

Pada 26 Mei 2015, hakim Haswadi yang juga ketua PN Jakarta Selatan menjelaskan bahwa penyelidik dan penyidik KPK sesuai dengan Pasal 43 dan Pasal 46 UU KPK haruslah berstatus sebagai penyelidik atau penyidik di instansi sebelumnya baik itu Polri atau Kejaksaan.

Sedangkan penyelidik dalam kasus Hadi yaitu Dadi Mulyadi dan dua penyelidik lainnya, bukan merupakan penyelidik sebelum diangkat menjadi penyelidik KPK.

Padahal Haswandi diketahui sebagai ketua majelis hakim yang memvonis mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng pada 18 Juli 2014 dengan pidana penjara selama 4 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dalam kasus tindak pidana korupsi dalam perkara proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang.

Haswandi yang juga adalah ketua PN Jakarta Selatan itu juga yang memvonis mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningur dengan pidana penjara selama 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS karena dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015