Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menyarankan agar pemerintah membentuk undang-undang mengenai Badan Siber Nasional (BSN) agar kuat secara struktural dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Keberadaan BSN tanpa undang-undang maka beda rezim tidak bisa dijamin melanggengannya, kata Hanafi di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan keberadaan badan siber itu dibutuhkan Indonesia terutama mengantisipasi keamanan dan pertahanan siber yang sifatnya mendesak dibutuhkan pemerintah.

Hanafi mengingatkan bahwa pembentukan badan itu harus jelas aturan hukumnya karena menyangkut infrastruktur, anggaran, dan kebutuhan khusus.

"Tanpa adanya UU yang jelas maka BSN bisa cuma temporer dan sewaktu-waktu bubar tergantung selera pemerintah yang sedang berkuasa," ujarnya.

Dia mengatakan apabila UU BSN itu mau dibuat maka harus memperhatikan beberapa hal kunci seperti jaminan kebebasan pribadi warga negara soal data, pembatasan kewenangan badan, jaminan keamanan nasional, transparansi, dan larangan pengumpulan data besar tanpa seleksi.

"Soal kekhawatiran BSN yang ancaman bagi warga karena akan adanya fungsi surveillance (mata-mata) terhadap warga maka hal tersebut akan bisa dihindari apabila ada UU BSN," katanya.

Dia mengatakan di Amerika Serikat saja kewenangan badan sejenis yang melakukan "surveillance" juga diatur dalam UU Freedom Act 2015.

Menurut Hanafi, apabila tidak dibentuk UU, maka lebih baik fungsi BSN sebagai koordinator siber nasional dijalankan saja oleh Kemenkopolkam tanpa harus membuat badan baru.

Hal itu menurut dia, di TNI dan Kementerian Pertahanan sudah memiliki badan siber yang berfungsi sama, tinggal digalang koordinasi oleh kementerian yang berwenang.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015