Jakarta (ANTARA News) - Komisi VI DPR RI telah menolak pengajuan Penyertaan Modal Negara (PMN) tahap I untuk PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI) sebesar rp280 miliar pada rapat Pleno Komisi VI DPR RI tanggal 6 Februari 2015.




Namun, Menteri BUMNRini Soemarno dalam surat pengajuan PMN tahap II (tanggal 22 Mei, 27 Mei, 3 Juni dan 20 Agustus 2015) kembali mengajukan PMN dan mencantumkan PT RNI sebagai penerima PMN dalam bentuk non tunai sebesar rp1,7 triliun.




"Padahal, pada pengajuan PMN tahap pertama (tanggal 12 Januari 2015), Komisi VI DPR RI tidak menyetujui atau menolak diberikannya PMN kepada perusahaan yang bergerak dalam bidang gula tersebut. Tapi kenapa diajukan lagi oleh Rini. Ini menjadi pertanyaan besar bagi kami Komisi VI DPR RI,” kata Heri Gunawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.




Dalam rapat pleno Komisi VI DPR RI itu, 1 fraksi setuju PMN kepada PT RNI, sementara 9 lainnya tidak setuju.




Alasan dari Komisi VI DPR RI untuk tidak menyetujui pemberian PMN kepada PT RNI adalah perlu evaluasi terhadap penyertaan saham di anak perusahaan yang tidak sesuai dengan bisnis intinya.




Komisi VI juga  menegaskan perlu reorganisasi Board Of Director (BOD) untuk mencapai swasembada gula tahun 2017 dan hal itu tidak cukup dengan melakukan revitalisasi kebun (on farm) pada Pabrik Gula Jatitujuh dan Pabrik Gula Subang di Provinsi Jawa Barat.





Selanjutnya, revitalisasi pabrik-pabrik (off farm) juga perlu dilakukan, terutama agar mengimplementasikan rekomendasi Panja Gula Komisi VI DPR RI.




“Perlu evaluasi terlebih dulu dan tata kelola persero dan proposal PMN tidak jelas dari PT RNI,” kata Heri.




Lebih lanjut Heri mengatakan, pada pengajuan PMN tahap II tanggal 22 Mei 2015 Menteri BUMN melalui surat S-288/MBU/05/2015 tentang Usulan Penambahan Penyertaan Modal Negara kepada BUMN dalam RAPBN Tahun 2016, tidak mencantumkan PT RNI sebagai penerima PMN. 




Namun, pada tanggal 27 Mei 2015 S-301/MBU/05/2015 dan tanggal 3 Juni 2015 dengan nomor S-301/MBU/06/2015, Menteri BUMN mencantumkan PT RNI sebagai penerima PMN non tunai sebesar rp1,7 triliun. 




“Tapi pada revisi pengajuan PMN tanggal 20 Agustus 2015, Menteri BUMN mencantumkan PT RNI sebagai penerima PMN dalam bentuk non tunai, namun nilainya menjadi rp692,50 miliar,” kata Heri Gunawan.




BUMN yang diusulakan menerima PNM tahap II yang diajukan oleh Menteri BUMN berdasarkan masing-masing surat seperti surat tertanggal 22 Mei 2015 sebanyak 23 BUMN.





Surat tertanggal 27 Mei 2015 sebanyak 29 BUMN. Selanjutnya, dalam surat tertanggal 3 Juni 2015, jumlah BUMN yang diusulkan menerima PMN sebanyak 29 BUMN.





Terakhir, dalam surat Menteri BUMN tanggal 20 Agustus, jumlah BUMN yang diusulkan untuk menerima PMN sebanyak 22 BUMN.




“Kemungkinan Komisi VI DPR RI akan banyak menolak PMN karena ketidakjelasan realisasi PMN tahap I. Untuk PMN tahap II ini, Komisi VI DPR RI akan panggil calon penerima PMN untuk mendapat masukan tentang rencana penggunaan PMN. Kita juga akan minta masukan dari BUMN yang minta PMN. Kita ingin untuk apa uang tersebut,  urgensinya apa. Kalau sebatas membayar utang, Komisi VI menolak,” kata Heri Gunawan.




“Kalaupun disetujui, akan ada beberapa syarat dan akan dibentuk panitia kerja sebagai bentuk pengawasan. Untuk PMN tahap I yang sebagian disetujui, hingga saat ini belum ada laporan dan kami minta diselesaikan. PMN tahap I disetujui rp37,276 triliun dari pengajuan Rp48 triliun untuk 35 BUMN,” demikian Heri Gunawan.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015