Kupang (ANTARA News) - Kepala Seksi Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kupang, Saiful Hadi, mengungkapkan hasil pantauan dan foto satelit udara menunjukkan bahwa El Nino yang merupakan fenomena alam terkait dengan kenaikan suhu permukaan laut melebihi nilai rata-rata itu akan menguat mencapai puncak pada September dan Oktober 2015.

"Apabila perkiraan itu terjadi maka musim kemarau tahun 2015 akan lebih panjang dibandingkan tahun 2014 sebagai dampak dari kemunculan El Nino, dan menyebabkan awal musim hujan 2015/2016 akan mengalami kemunduran," katanya kepada Antara di Kupang, Kamis.

Ia menjelaskan, kondisi itu dikarenakan pada tahun ini terjadi El Nino yang telah mencapai level moderat dan diprediksi akan terus menguat secara global mulai dari Samudra Pasifik sekitar Ekuator, yaitu daerah sekitar Chili, Peru, dan Amerika Latin.

Peristiwa ini katanya akan membawa dampak kekeringan panjang di beberapa daerah di Indonesia terutama Indonesia bagian Timur dan daerah-daerah yang terletak di Lintang Selatan, seperti Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulsel, dan Papua bagian selatan.

Di NTT katanya ada 17 dari 22 kabupaten yang teridentifikasi rawan gelombang panas El Nino itu.

Kabupaten-kabupaten itu antara lain, Kabupaten Ende, Lembata, Alor, Sumba Timur, Sumba Tengah, Kupang, Nagekeo, Flores Timur, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, Sikka, Timor Tengah Utara (TTU), Timor Tengah Selatan (TTS), Belu, Malaka, dan Sikka.

Dan menurut dia, hanya lima kabupaten yang masih aman dari bencana kekeringan ini yakni Kabupaten Ngada, Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur dan Kota Kupang.

"Memang secara umum hampir semua kabupaten di NTT mengalami kekeringan, namun yang paling parah adalah 17 kabupaten itu," katanya.

Bersamaan dengan kemunculan El Nino ini, katanya biasanya diikuti dengan mendingin suhu muka laut di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sumatera bagian barat, Jawa bagian selatan, Sulawesi, dan Maluku bagian utara.

Selain berdampak pada proses pembentukan awan yang cukup sulit karena proses penguapan rendah, juga sering dirasakan embusan angin pun terasa lebih dingin.

Namun di balik itu semua, klorofil di wilayah tersebut akan kondusif dan menjadikan potensi panen ikan juga lebih tinggi di wilayah-wilayah tersebut.

Tidak semua negatif, sebaliknya El Nino membawa dampak positif bagi sektor kelautan karena suhu muka laut di wilayah Indonesia dingin, sehingga dapat menambah populasi ikan yang nantinya dapat meningkatkan tangkapan ikan.

"Kondisi kering yang lebih panjang, meningkatkan potensi hasil garam yang lebih banyak pula," katanya lagi.

Sebelumnya Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Andi Eka Sakya dalam keterangan tertulisnya juga menjelaskan bahwa El Nino berbeda dengan gelombang panas.

El Nino berdampak kekeringan yang memperpanjang waktu musim kemarau. Prakiraan lama waktu dampak bagi Indonesia berkisar 4--5 bulan. Hal ini dikarenakan dampak tersebut dinetralisir oleh musim hujan.

Sedangkan, gelombang panas terkait dengan fenomena cuaca yang diindikasikan oleh kenaikan suhu lokal secara signifikan dalam waktu singkat (3--7 hari).

Gelombang panas tidak melewati dan masuk ke wilayah indonesia yang beriklim tropis, gelombang panas biasanya terjadi di wilayah yang beriklim subtropis di atas lintang 10 derajat baik di utara dan selatan.

Pewarta: Hironimus Bifel
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015