Jakarta (ANTARA News) - Sebuah peraga NASA terbaru menunjukkan betapa cepatnya kenaikan muka air laut di seluruh dunia sebagai akibay dari perubahan iklim.

Dalam konferensi pers pada Rabu (26/8), pejabat NASA menjelaskan sebuah visualisasi komputer perubahan muka air laut terbaru yang menggabungkan data yang dikumpulkan satelit sejak tahun 1992 — data tersebut mengungkapkan bahwa muka air laut naik dengan cepat tapi tidak merata di seluruh dunia.

Badan ruang angkasa itu akan melanjutkan penyelidikan fenomena global dan misi satelit baru di beberapa tahun kemudian yang akan menambah pengetahuan para peneliti mengenai topik tersebut.

"Kenaikan muka air laut adalah satu di antara tanda-tanda yang paling tampak dari perubahan iklim, dan kenaikan laut telah berdampak besar terhadap bangsa kita, ekonomi kita dan seluruh manusia," kata direktur Divisi Ilmu Pengetahuan Bumi NASA Michael Freilich, di kantor pusat NASA di Washington, D.C., dalam konferensi pers seperti dilansir NBCNews.

"Dengan menggabungkan pengukuran ruang langsung angkasa muka air laut dengan sebuah induk dari pengukuran lain dari satelit dan sensor di dalam samudera itu sendiri, para ilmuwan NASA tidak hanya menelusuri perubahan pada ketinggian lautan tapi juga menentukan alasan atas perubahan itu," kata Michael.

Seiring dengan memanasnya Bumi, tingkat muka air laut naik karena tiga faktor utama: meluasnya air laut seiring dengan kian menghangatnya laut, lempengan es yang meleleh di tempat-tempat seperti Greenland dan Antarctica, serta melelhnya gletser di seluruh dunia.

Setiap faktor tersebut tampaknya berkontribusi sama besarnya terhadap kenaikan muka air laut saat ini dan NASA mengerahkan peralatan untuk mendapat pemahaman lebih baik dan memperagakan ketiganya.

Data NASA mengungkapkan bahwa, meskipun gambarnya kompleks, tingkat muka air laut secara keseluruhan naik dengan cepat dibanding 50 tahun lalu — lebih cepat dari yang diperkirakan — dan kecepatan itu tampak ya akan meningkat di masa yang akan datang, utamanya karena melelehnya lempengan es.

Untuk mempelajari tinggi muka air laut, NASA menggunakan satelit altimetri yang mengukur waktu sebuah ledakan radar mengenai permukaan Bumi dan kembali mengelilingi pesawat ruang angkasa seperti TOPEX/Poseidon, Jason 1 dan then Jason 2.

Pengukurannya sangatlah tepat: Michael menyebutkan perlatan itu dipasang pada sebuah peswat jet terbang di ketinggian 40,000 kaki (12,200 meter) akan mampu mendeteksi benturan yang disebabkan oleh kepingan yang tergeletak di tanah. Satelit ICE milik NASA juga mengawasi dengan ketat pada ketinggian lempengan es dengan denyutan sinar laser.

Peraga juga menggabungkan data dari GRACE, satelit kembar yang sangat sensitif dengan perubahan pada distribusi berat Bumi. Jarak antara dua pesawat luar angkasa bervariasi seiring sengan pergerakan es dan air di sekitar planet, Steve Nerem, yang memimpin tim Perubahan Muka Air Laut NASA di Universitas Colorado, Boulder, mengatakan dalam konferensi pers — duo GRACE bisa mengukur perubahan hingga kedalaman diameter sel darah merah.

Panel Antarapemerintah PBB tentang Perubahan Iklim memperkirakan pada 2013 bahwa permukaan air laut akan naik satu hingga tiga kaki (0,3 sampai satu meter) sampai akhir abad ini. Namjn ketidakpastian sangatlah penting, kata pejabat, kenaikan sesungguhnya bisa berakhir makin banyak. Gambar dari NASA sedang mengembangkan dan membantu memprediksi seperti apa tepatnya bentuk perubahan itu.

"Jangan sampai ada keragu-raguan: ini adalah ilmu pengetahuan yang relevan dan hasil dari memahaminya akan menghasilkan keuntungan sosial secara langsung," kata Michael. "Efek dan dampak dari perubahan muka air laut sudah terasa sekarang, di negara kita dan di seluruh dunia."

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015