Banjarmasin (ANTARA News) - Sejarawan dari Universitas Indonesia Anhar Gonggong mengatakan seorang pemimpin harus berani melampaui dirinya yang berarti dia siap untuk menderita demi kesejahteraan rakyatnya.

"Saat ini sangat sulit untuk mendapatkan pemimpin seperti tersebut," kata Anhar di Banjarmasin, Kamis, pada seminar nasional dengan tema memupuk nasionalisme pemuda sebagai benteng negara di tengah luapan globalisasi.

Seminar nasional "Menyambut 70 Tahun Indonesia Merdeka Reaktualisasi Tanggung Jawab Pemuda Pada Bangsa-Negara dalam Rangka Mengatasi "Proxy War" digelar Korem 101 Antasari di Aula Rektorat Unlam Banjarmasin.

Menurut Anhar, dalam sejarah nasional, Indonesia pernah memiliki pemimpin-pemimpin yang luar biasa dengan kapasitas kepemimpinan yang tidak diragukan lagi.

Seperti Soekarno, dia adalah seorang insinyur yang bila pada saat itu bersedia bergabung dengan penjajah Belanda, maka kehidupannya dijamin nyaman.

Namun, kata dia, karena Soekarno adalah seorang pemimpin, maka dia rela menderita hingga dipenjara untuk memperjuangkan kemerdekaan dan kesejahteraan bangsanya.

Begitu juga dengan Hatta, yang merupakan seorang ahli ekonomi dan berasal dari keluarga kaya, tetapi dia lebih memilih menderita, bahkan dipenjara untuk memperjuangkan kemajuan bangsanya, dan masih sangat banyak lagi pemimpin-pemimpin bangsa yang luar biasa pada masa itu.

Kalau saat ini, tambah dia, sangat sulit untuk bisa mendapatkan pemimpin bangsa, tidak sedikit profesor dengan kemampuan luar biasa juga dipenjara karena korupsi.

"Jadi koruptor itu bukan pemimpin tetapi pejabat, kalau pemimpin tidak mungkin korupsi," katanya.

Kenapa hal itu terjadi, tambah dia, banyak profesor, banyak ahli maupun pejabat yang tidak tercerahkan, sehingga dia menggunakan kemampuan dan kesempatannya untuk memperkaya diri sendiri.

Dihadapan ratusan generasi muda yang memenuhi ruangan Rektorat Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Anhar berpesan, saat ini waktunya generasi muda menjadi generasi yang tercerahkan untuk bisa memimpin bangsa ini dari arus globalisasi.

Sebab, kata dia, sejarah telah membuktikan, bangsa Indonesia yang mampu merawat persatuan dan kesatuannya hingga saat ini, yang membuat adalah para pemuda.

"Pada saat Indonesia ini terbentuk oleh tokoh-tokoh seperti Soekarno, Hatta, Soetomo dan lainnya, waktu itu usia mereka antara 18-26 tahun, dan telah menjadi pemuda-pemuda yang tercerahkan," katanya.

Artinya, pemuda adalah aset bangsa yang nantinya akan mampu merawat keutuhan bangsa Indonesia, dari berbagai serangan dari dalam maupun luar.

Selain Anhar, sejumlah narasumber terkenal menghadiri seminar nasional tersebut, Dosen Hukum Tata Negara Unlam Rifqinizamy Karsayuda, Jaleswari Pramodhawardani dari LIPI dan Leo Agustino dari Universitas Tirtayasa.

Danrem 101 Antasari Kol Inf Muhammad Abduh Ras mengatakan, melalui seminar ini diharapkan mampu menumbuhkan semangat nasionalisme dan meningkatkan kemampuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan.

"Kita berharap, melalui seminar ini, mampu membuka wawasan para pemuda, sehingga lebih siap dan mampu membentengi diri dari pergaulan yang serba terbuka sekarang," kata dia.

Pewarta: Ulul M
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015