Jenewa (ANTARA News) - Jumlah pengungsi dan perantau, yang menyeberangi Laut Tengah menuju Eropa, melampaui angka 300.000 orang pada 2015, kata badan pengungsi PBB (UNHCR) pada Jumat.

Angka itu jauh melampaui jumlah pengungsi dan perantau pada keseluruhan 2014, yang "hanya" 219.000.

Pengungsi adalah orang terpaksa meninggalkan negaranya karena perang, bencana alam atau terusir, sementara perantau atau pendatang dirumuskan sebagai yang secara suka rela mencari penghidupan lebih baik di negeri orang.

Pada tahun ini, lebih dari 2.500 orang tewas saat menyeberangi Laut Tengah. Angka itu tidak termasuk 200 yang dikhawatirkan tenggelam di dekat perairan Libya pada 24 jam belakangan.

Sepanjang 2014, angka kematian pengungsi dan imigran di tengah Laut Tengah adalah sekitar 3.500 orang.

"Penyebab utama kematian mereka adalah cara penyelundup (pelaku perdagangan manusia) memasukkan penumpang ke dalam kapal," kata juru bicara UNHCR Melissa Flemming dalam jumpa pers rutin di kantor PBB, Jenewa.

Dalam kejadian pada Kamis, 51 orang kehabisan nafas saat berada di ruang tertutup dalam kapal (biasanya untuk menyimpan barang). Sementara itu mereka yang selamat mengaku telah dipukuli dan dipaksa untuk masuk ke ruang itu. Untuk dapat keluar, mereka harus membayar uang kepada para penyelundup, demikian keterangan Fleming.

Salah satu orang yang selamat, seorang dokter bedah ortopedi asal Irak, mengaku telah membayar 3.000 euro atau sekitar Rp47 juta hanya untuk mendapatkan udara di atas dek kapal bersama istri dan anaknya.

Sementara pada pekan lalu, 49 orang tewas di dalam ruang tertutup kapal akibat menghirup asap beracun dan pada Rabu lalu 21 orang diperkirakan meninggal setelah perahu kecil bermuatan 145 orang sulit mengatasi ombak, kata Fleming.

Operasi penyelamatan dan pencarian dari Uni Eropa, FRONTEX, memang telah menyelamatkan puluhan ribu nyawa. Meski demikian, organisasi itu didesak oleh UNCHR untuk berupaya lebih keras dengan tindakan bersama yang terkoordinasi.

Fleming menjelaskan bahwa alternatif yang legal--yaitu dengan program penempatan kembali, admisi kemanusiaan, dan pelonggaran aturan visa-- sebenarnya bisa digunakan untuk mengatasi jumlah pengungsi dan imigran yang menyeberangi Laut Tengah. Namun aturan ini hanya berlaku "untuk sangat sedikit orang". Demikian laporan Reuters.

(UU.G005/B002)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015