Singapura (ANTARA News) - Harga minyak dunia turun di perdagangan Asia pada Senin, berada di bawah tekanan karena para pedagang mengambil keuntungan dari kenaikan besar di sesi sebelumnya, serta mencoba mengukur prospek ekonomi AS dan memahami minyak mentahnya.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 61 sen menjadi 44,61 dolar AS per barel, sementara minyak mentah Brent untuk pengiriman Oktober turun 74 sen menjadi 49,31 dolar AS di perdagangan sore.

WTI melonjak 2,66 dolar AS (6,3 persen) pada Jumat menutup kenaikan mingguan terkuat dalam empat setengah tahun, sementara Brent melonjak 2,49 dolar AS (5,2 persen), setelah harga anjlok di tengah kekhawatiran tentang pelambatan ekonomi Tiongkok.

Para pedagang mengatakan "rebound" sebagian besar karena berita ekonomi AS tumbuh pada tingkat tahunan sebesar 3,7 persen pada kuartal kedua, naik dari perkiraan sebelumnya 2,3 persen, memicu harapan peningkatan permintaan dari konsumen minyak utama dunia.

"Angka PDB AS yang lebih baik dari perkiraan dan reli kuat pasar saham global adalah beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pemulihan harga minyak mentah," kata Sanjeev Gupta, kepala praktek minyak dan gas Asia-Pasifik di perusahaan konsultan EY.

Harga minyak bergerak turun dan naik dalam beberapa pekan terakhir karena kekhawatiran pelambatan lebih sulit dari yang diperkirakan di Tiongkok, importir energi terbesar dunia, pada saat pasar dunia dipenuhi dengan persediaan.

Tanda-tanda meningkatnya permintaan di AS telah menyeret harga naik dari tingkat terendah dalam enam setengah tahun.

"Data manufaktur dan pengangguran penting dari AS serta perkembangan yang sedang berlangsung di Yaman akan mengatur nada untuk harga dalam pekan-pekan mendatang," kata Gupta.

Para pedagang memantau dengan cermat setelah serangan udara terbaru yang dipimpin Arab Saudi terhadap pemberontak Syiah Huthi di Yaman pada Minggu, di tengah kekhawatiran bahwa krisis di negara itu bisa mengancam produsen-produsen minyak mentah utama di Timur Tengah.

Yaman telah dicengkeram oleh meningkatnya gejolak sejak pemberontak Syiah melancarkan pengambilalihan kekuasaan di Sanaa pada Februari. Yaman berbatasan dengan produsen minyak utama Arab
Saudi.

Daniel Ang, analis investasi pada Phillip Futures di Singapura, mengatakan investor "tetap mewaspadai volatiliss seminggu ke depan".

"Kami percaya bahwa kelesuan masih bermain, dan dengan demikian, membidik dukungan di 44,00 dolar AS untuk WTI dan 48,50 dolar AS untuk Brent," katanya.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2015