Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Tiongkok yakin akan terpilih menjadi mitra dalam menggarap megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung berdasarkan pengalaman yang juga pernah menggarap proyek yang sama di kawasan tropis di salah satu provinsi di Tiongkok, Pulau Hainan.

Duta Besar Tiongkok untuk Indonesia Xie Feng dalam konferensi pers di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Senin mengatakan Tiongkok sudah membangun kereta cepat Hainan, di mana kondisi iklim dan geologis mirip dengan Indonesia.

Xie menambahkan kereta cepat dengan panjang total 308 kilometer tersebut, sudah berhasil beroperasi selama lima tahun.

"Tiongkok merupakan satu-satunya negara yang berhasil membangun dan mengelola kereta cepat dengan kecepatan 350 kilometer per jam, dan juga merupakan satu-satunya negara yang berhasil mengelola kereta cepat di kawasan tropis, sedang dan dingin," ucapnya.

Dia mengatakan Tiongkok mulai membangun kereta cepat sejak tahun 2003, artinya dengan pembangunan kereta cepat secara skala besar, kini jarak operasi rel kereta cepat Tiongkok telah melampaui 17.000 kilometer, menduduki 55 persen dari jumlah total jarak operasi rel kereta cepat tinggi sedunia.

Xie menambahkan jarak jalur kereta cepat yang berkecepatan 300 kilometer per jam mencapai 9.6 ribu kilometer atau sekitar 60 persen dari total jalur kereta cepat di seluruh dunia.

Saat ini, lanjut dia, tiap tahun kereta cepat di seluruh dunia mengangkut penumpang 1.7 miliar orang, di antaranya kereta cepat Tiongkok mengangkut penumpang 0,91 miliar orang.

"Ketiga data ini sudah melebihi 50 persen dari data sedunia," ujarnya.

Proyek kereta api cepat Indonesia yang diwacanakan sekelas Shinkansen dengan kecepatan 300 kilometer per jam akan melayani rute Jakarta-Bandung.

Namun, dalam dokumen studi kelayakan Jepang, terdapat wacana rute kereta cepat ini juga akan melayani konektivitas ke Cirebon, bahkan hingga Surabaya.

Untuk rute Jakarta-Bandung, kereta cepat akan memangkas waktu tempuh perjalanan dari dua hingga tiga jam menjadi sekitar 34 menit.

Jepang sudah terlebih dahulu melakukan studi kelayakan tahap pertama dan menyerahkan proposal kepada pemerintah RI.

Menurut data Bappenas, dari proposal Jepang diketahui biaya pembangunan rel dan kereta cepat sebesar 6,2 miliar dolar AS.

Sedangkan, Tiongkok melakukan studi kelayakan setelah Jepang. Berdasarkan proposal, Tiongkok menawarkan proyek senilai 5,5 miliar dolar AS.

Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015