Ia (Martial) pemain yang memiliki masa depan. Ia punya kekuatan, kecepatan, segala sesuatu yang memang diperlukan sebagai pemain bola di masa mendatang...."
Jakarta (ANTARA News) - Manchester United (MU) benar-benar sedang kepincut dengan Anthony Martial. Striker berusia 19 tahun itu bersedia meninggalkan AS Monaco segera bergabung ke Old Trafford dengan mahar sebanyak 36 juta pound atau sekitar Rp778 miliar.

Apakah uang mampu menyelesaikan masalah yang sedang mendera kubu Iblis Merah? Pertanyaan mencuat ke permukaan lantaran Wayne Rooney dan kawan-kawan hanya mampu mengemas dua gol sampai pekan keempat Premier League musim kompetisi 2015/16.

Transfer Martial jelang penutupan bursa transfer musim panas 2015 meneguhkan satu fakta bahwa inilah eksperimen manajer Louis van Gaal. Meneer asal Belanda mempertaruhkan reputasinya sebagai juru racik dengan membeli pemain yang hanya mampu memetik 11 gol dalam 42 laga di 2014/15 bagi Monaco.

Disebut eksperimen karena hal serupa juga pernah terjadi kepada pemain muda lainnya, yakni Geoffrey Kondogbia dan Yannick Ferreira-Carrasco yang nota bene memilih hengkang dari Monaco.

Harapan demikian membubung dengan mendatangkan Martial, meski MU telah memiliki Rooney. Pemain muda asal Prancis itu digadang-gadang bakal tumbuh menjadi pemain kelas dunia dengan stigma yang melekat bahwa uang datang maka otomatis masalah bakal sirna.

Martial, sebagaimana dikutip dari laman Eplindex, tidak terkenal di planet sepak bola Inggris. Ia tersohor justru di tanah kelahirannya, kemudian mengukir prestasi menjulang bersama dengan timnas Prancis U-17. Sampai-sampai pelatih timnas Prancis Didier Deschamps meminta pemain itu bergabung membela tanah airnya.

Bicara soal kualitas, maka di seberang sana ada tuntutan bahwa takaran kualitas mutlak bisa dirasakan. Mana mungkin dan mana bisa, tenaga pemasaran mengabaikan aspek kualitas produk perusahaannya?

Yang paling penting bukan berapa banyak uang yang ditangguk oleh perusahaan, melainkan seberapa sukses tenaga pemasar memperhatikan suara dan mencermati keinginan pelanggan.

Martial pemain berkualitas. Ia tipikal penyerang asal Prancis yang memiliki gaya bermain mirip dengan Thierry Henry dan Loic Remy. Dua nama terakhir ini lebih dulu menuai sukses di Premier League.

Hanya saja, apakah uang dapat menyelesaikan segala sesuatunya? Apakah membandingkan Martial dengan kedua pemain itu sama dan sebangun?

Membandingkan Martial dengan Henry dan Remy merujuk kepada satu kata yang menentukan: kualitas! Bicara kualitas dapat diibaratkan bongkah-bongkah es yang mampu mengaramkan dan mengandaskan kapal digdaya sekelas Titanic. Sekecil apapun kekeliruan tidak dibenarkan dalam proses mencari untuk menemukan kualitas.

Nilai banderol selangit yang diterima Martial sebagai pemain remaja justru membebani pundak dia mengingat jalan Premier League sarat onak dan batu kerikil.

Adagium yang berlaku di kompetisi kasta atas di negeri ratu Elizabeth itu dapat dianalogikan dalam dunia pemasaran sebagai jualan banyak untuk mencapai target, pelanggan bersukacita, bersedia berlangganan lagi dan lagi.

Dirumus secara negatif, takaran sejati dari kualitas, bukan segudang uang atau segepok fulus yang menentukan sukses pemasaran produk perusahaan.

Sang pengadil di dunia pemasaran ialah pelanggan. Sang pengadil di Premier League ialah publik sepak bola di laga domestik dan di benua Biru.

Martial pemain muda sarat talenta. Ia pemain depan yang punya kecepatan. Ia mampu berlari dengan bola dalam kecepatan dan keseimbangan titik gravitasi. Ini menjadi modal berharga bagi dia ketika menempati posisi sebagai pemain bertahan.

Di mata pengamat bola, Martial mengokohkan diri sebagai pemain yang impresif ketika menyelesaikan segala peluang mencetak gol. Fenomen mantan pemain Monaco ini dalam dunia pemasaran dapat disebut sebagai "Critical to Quality" (CTQ).

Mudahnya, di mata amatan pengamat manajemen Handry Santiago, CTQ adalah apa yang menjadi penting bagi pengguna dan penerima pekerjaan. CTQ bagi Martial yakni bagaimana kualitas penampilan dia ketika padu berkongsi bersama dengan Juan Mata dan Memphis Depay.

Martial punya modal. Ia mampu melepas umpan-umpan krusial. Kemampuan dia kelak diuji di skuat Iblis Merah, dan muara pertanyaannya, mampukah dia beradaptasi dengan gaya permainan racikan Van Gaal.

Kalau CTQ memakai bobot angka, maka Martial di musim lalu mencetak sembilan gol bagi Monaco. Ini artinya, ia pantas dibaptis sebagai pencetak gol terbanyak dalam tim U-20 di lima liga Eropa papan atas.

Martial bukan pemain karbitan. Ia mulai meniti karier di Lyon, sebelum hengkang ke Monaco dengan bayaran 6 juta euro. Harganya demikian melangit ketika hijrah ke old Trafford, karena ia mampu beroperasi di sayap kiri. Ia telah membuktikan diri sebagai pemain muda papan atas di Liga Prancis.

Pekan depan, Martial bakal melakoni debut internasional. Pemain depan itu akan diuji dalam duel melawan Liverpool pada pekan kelima Premier League. Apakah bayaran duit yang dikeluarkan MU memang setimpal? Secara terang benderang, ini pertaruhan bagi kredibilitas Van Gaal.

Ketika mengomentari Martial, pelatih anyar Valencia yang nota bene mantan pemain MU, Phil Neville melontarkan pendapat positif. Uang yang dikeluarkan selaras dengan kualitas penampilan pemain muda Prancis itu.

Pembelian Martial merupakan investasi jangka panjang MU. Di mata mantan bek MU itu, Martial jauh lebih berkualitas ketimbang mendatangkan pemain depan berpengalaman seperti Edinson Cavani yang kini membela Paris Saint-Germain.

Pengamat bola Chris Wheeler menulis dalam Daily Mail, "Ia (Martial) pemain yang memiliki masa depan. Ia punya kekuatan, kecepatan, segala sesuatu yang memang diperlukan sebagai pemain bola di masa mendatang. Ia mampu beroperasi dari sisi kiri, bahkan piawai berperan sebagai pemain depan. Setiap ia menguasai bola, penonton siap meluncurkan decak kagum."

"Kalau memang Martial tidak sebanding dengan Cavani, maka di masa depan ia punya talenta yang dapat berkembang. Monaco memberi bekal memadai bagi Martial untuk menjadi pemain kelas dunia," tulis Wheeler pula.

Konyolnya, kalau saja MU bersedia membanderol Martial dengan bayaran 80 juta euro, maka ia dibayar 30.292 euro setiap menit ketika turun ke lapangan, sebagaimana dikutip dari laman Bleacher Report.

Sebagai klub sekelas United, yang mendamba sukses demi sukses, yang mengharapkan trofi di musim ini, maka Martial adalah pilihan jitu. Hanya saja, di mata Jamie Jackson dari harian Guardian, Cavani justru merupakan target utama klub setelah penjualan Robin van Persie.

Fenomen Martial meninggalkan jejak bahwa Manchester United sedang melakukan eksplorasi tiada henti, ketimbang melakukan peremajaan dengan memasukkan pemain-pemain berusia remaja.

Tidak dapat diingkari, bahwa Martial masih belia. Rentang pengalamannya masih sebatas di Ligue 1, dan masih memerlukan pembuktian di Premier League. Tinggal sekarang berharap kepada tangan dingin pelatih sekelas Van Gaal. Ini salah satu bukti dari tesis mendasar bahwa uang tidak dapat membeli prestasi.

Kiprah Martial di Premier League dapat diibaratkan sebagai mencari pacar. Tiap orang mempunyai CTQ yang berbeda-beda, maka silakan membaca teks berjudul Martial sebagai pribadi.

Artinya, keberhasilan dan kesuksesan pemain berpaspor Prancis itu lebih ditentukan oleh kerja bareng di perusahaan bernama Manchester United.

Praktisnya, jika perusahaan Anda ingin meraih kemajuan dan menangguk sukses dengan meningkatkan kualitas produk maka ubahlah dan lakukan perbaikan di tingkat perorangan termasuk bosnya! Sukses Martial, adalah sukses Van Gaal.

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015