New York (ANTARA News) - Harga minyak dunia jatuh pada Selasa (Rabu pagi WIB), karena data manufaktur mengecewakan di Tiongkok, konsumen energi terbesar di dunia, memukul prospek permintaan dan mengguncang kepercayaan pasar.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober, kehilangan 3,79 dolar AS, atau 7,7 persen, menjadi ditutup pada 45,41 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, lapor AFP.

Aksi jual menghentikan kenaikan kuat WTI selama tiga hari berturut-turut yang telah mendorong kontrak berjangka naik lebih dari 27 persen, berbalik naik (rebound) dari tingkat terendah enam setengah tahun.

Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober berakhir di 49,56 dolar AS per barel, menukik 4,59 dolar AS, atau 8,5 persen, dari penutupan Senin.

Kesulitan ekonomi Tiongkok sekali lagi memukul pasar di seluruh dunia. Data resmi yang dirilis pada pagi hari menunjukkan sektor manufaktur kunci negara itu terhenti pada Agustus. Indeks pembelian manajer (PMI) merosot ke terendah dalam tiga tahun di 49,7 pada Agustus dari 50,0 pada Juli. Angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi.

Raksasa keuangan AS Citigroup mengatakan bahwa Tiongkok mendorong harga komoditas-komoditas, termasuk minyak, lebih rendah "yang belum pernah sebelumnya."

"Kami perkirakan Tiongkok akan terus menekan turun harga komoditas dalam beberapa bulan mendatang," katanya.

Pertumbuhan manufaktur juga tampak terhenti di ekonomi utama dunia Amerika Serikat. Indeks pembelian manajer (PMI) sektor manufaktur dari Institute for Supply Management (ISM) meluncur lebih dekat dengan kontraksi pada Agustus, jatuh menjadi 51,1, terendah tahun ini, dari 52,7 pada Juli.

Para analis mengatakan kelebihan pasokan minyak mentah global tetap menjadi hambatan pada harga, meskipun berbalik naik tajam dalam tiga hari terakhir.

"Meskipun produksi AS telah mulai turun, produksi Juni masih naik 7,1 persen dibanding setahun lalu," kata Nicholas Teo, analis pasar di CMC Markets.

"Dalam waktu dekat, ada kemungkinan akan sedikit atau tidak ada bantuan baik pada sisi pasokan atau permintaan," kata konsultan bisnis IHS.

"Secara khusus, masalah kelebihan pasokan bisa memakan waktu yang lama untuk terkoreksi."

(Uu.A026)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015