Purwokerto (ANTARA News) - Ketua MPR RI Zulkifli Hasan saat menjadi pembicara dalam diskusi kebangsaan "Menatap Indonesia Masa Depan" di Gedung Roediro, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, menyerukan untuk kembali ke landasan Pancasila khususnya sila keempat.

"Dalam sila keempat jelas disebutkan, Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Saat ini yang terjadi dalam setiap pemilihan bupati, pemilihan ormas, pemilihan ketua DPR adalah one man one vote," katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Kamis.

Ia mengatakan bahwa demokrasi yang berdasar pada suara terbanyak cenderung memiliki potensi yang besar terjadi gesekan.

Menurut dia, demokrasi berdasar pada suara terbanyak bukannya tidak baik tetapi sudah saatnya untuk kembali kepada musyawarah mufakat seperti yang terkandung dalam sila keempat Pancasila

Dalam kesempatan itu, dia juga menyoroti masalah pemilihan kepala daerah (pilkada) di beberapa tempat yang mulai terkooptasi karena faktor pemilik modal.

"Banyak orang pintar yang ada di sini, tetapi tidak semuanya punya kesempatan untuk menjadi bupati, wali kota, atau gubernur karena dalam pilkada sebenarnya yang dibutuhkan tidak hanya orang yang pintar, tetapi juga modal. Oleh karena itu, tidak heran juga banyak kepala daerah yang terkooptasi kepentingan pemilik modal," katanya.

Selain permasalahan demokrasi, Zulkifli juga membahas masalah banyaknya sumber daya alam di Indonesia yang terkuras habis tetapi tidak bisa dinikmati oleh rakyat.

Ia mengaku mencatat tiga momentum yang sebenarnya dimiliki Indonesia untuk bisa mencapai kemakmuran, salah satunya saat terjadi "booming" minyak dunia pada tahun 1970 dimana Indonesia sempat menjadi negara pengekspor minyak.

"Akan tetapi saat ini kita menjadi negara pengimpor. Kemudian di tahun 1980-an kayu lapis booming, banyak hutan dan pohon yang ditebang tetapi kita hanya mendapatkan kerusakan lingkungan hutan," katanya.

Sementara saat "booming" bahan mineral, kata dia, ramai-ramai dilakukan eksploitasi batu bara, nikel, dan tembaga tetapi yang tersisa hanya lubang besar yang tidak bisa diolah untuk digunakan kepentingan rakyat.

Ia mengatakan bahwa saat ini, tidak ada jaminan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah bisa memakmurkan rakyatnya.

Oleh karena itu, kata dia, yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan.

Menurut dia, pendidikan dapat menjadi jalan keluar dengan meningkatkan sumber daya manusia.

Dia mencontohkan Singapura yang tidak memiliki sungai dan lahan persawahan bisa berkembang dan maju dengan "gross domestic product" (GDP) atau produk domestik bruto (PDB) mencapai 55 ribu dolar per orang per tahun sedangkan di Indonesia yang memiliki sumber daya melimpah, PDB-nya hanya 3.500 dolar per orang per tahun.

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015