Gedung kami tidak memadai, saya kira sudah sepatutnya dibangun. Kita, kan, kesulitan naik lift. Yang tiap hari naik turun lift 6.000 orang."
Jakarta (ANTARA News) - "Kami juga mengharapkan perkenan Presiden untuk membubuhkan tanda tangan pada prasasti sebagai tanda dimulainya pembangunan komplekks parlemen Republik Indonesia".

Kalimat itu tertuang dalam naskah pidato Ketua DPR Setya Novanto untuk rapat paripurna bersama Presiden Jokowi dalam penyampaian nota keuangan RAPBN 2016 di Gedung Nusantara Kompleks MPR/DPR/DPD RI pada 14 Agustus.

Namun, kalimat itu tidak dibacakan saat Setya berpidato.

Politisi Partai Golkar itu malah bercerita dalam pidato di luar teksnya,"Kita di kompleks parlemen Indonesia yang sudah tua. Sebetulnya Gedung Nusantara ini bukan diperuntukkan bagi gedung parlemen oleh Presiden I RI Ir Soekarno. Gedung ini dibangun untuk kepentingan The Conefo Project, Bung Karno adalah pencetus Conference of New Emerging Forces (Conefo) untuk menentang dunia yang dikuasi oleh negara negara besar dan kaya".

Setya pun menampilkan film dokumenter sejarah parlemen Indonesia yang ada pada museum mini sejarah parlemen Indonesia menuju parlemen modern, yang akan dikembangkan menjadi Museum Nasional MPR, DPR, dan DPD RI.

Setelah menyampaikan RAPBN 2016 ke DPR, Presiden Jokowi diantar pimpinan DPR melihat museum.

Prasasti yang telah disiapkan untuk ditandatangani oleh Jokowi dalam pencanangan penataan kawasan parlemen yang menandai dimulainya pembangunan dan renovasi tujuh proyek di gedung parlemen, ternyata tidak jadi ditampilkan dan Jokowi tidak membubuhkan tanda tangan apa pun, termasuk tidak pula mengisi buku tamu saat masuk ke museum.

Apakah dari peristiwa itu menandakan bahwa renovasi gedung parlemen batal?

"Ada permintaan dari Pak Jokowi karena beliau memang ingin suatu proyek itu nampak dan clear dulu, dan akhirnya kita akan bicarakan belakangan dengan beliau," ujar Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang juga Ketua Tim Implementasi Reformasi Parlemen.

Tujuh proyek pembangunan dan renovasi kawasan parlemen meliputi pembangunan alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, jalan akses bagi tamu ke Gedung DPR, visitor center, pembangunan ruang pusat kajian legislasi, pembangunan ruang anggota dan tenaga ahli, serta integrasi kawasan tempat tinggal dan tempat kerja anggota DPR.

Bertahap
Seluruh pendanaan proyek itu akan disusun bertahap dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Fahri yang juga politisi PKS itu meyakini Presiden Jokowi mengerti maksud pembangunan tujuh proyek itu.

Ketua Badan Anggaran Ahmadi Noor Supit mengatakan dari perencanaan penataan kawasan parlemen, anggaran yang dibutuhkan untuk tujuh proyek tersebut sekitar Rp2,7 triliun secara tahun jamak (multiyears) hingga 2019.

Ahmadi mengakui penganggarannya masih dalam tahap pengusulan.

DPR sebelumnya klaim rencana tujuh proyek itu sudah diakomodasi dalam nota keuangan dan RAPBN 2016 namun dalam rapat Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pada Selasa (25/8) diketahui bahwa proyek tersebut belum terakomodasi. Mekanismenya memang harus diusulkan untuk direncanakan," ucap Ahmadi.

Namun, salah satu proyek parlemen diklaim sudah dianggarkan dalam APBN 2015, yakni pembangunan alun-alun demokrasi dengan anggaran sekitar Rp600 miliar namun karena ruang fiskal anggaran yang sedikit, akhirnya digunakan anggaran dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp200 miliar-Rp300 miliar untuk alun-alun demokrasi di kompleks parlemen.

Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Didik Mukrianto meminta tujuh proyek itu dipertimbangkan kembali karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik. Evaluasi, penyesuaian, penundaan dan/atau menetapkan skala prioritas secara bertahap mungkin bisa menjadi bagian yang bisa dipertimbangkan.

Didik meyakini DPR rasional dalam konteks kepentingan, seperti kondisi saat ini yaitu pertumbuhan ekonomi makro Indonesia yang mengkhawatirkan. Selain itu ekonomi rakyat juga sangat tertekan maka. DPR akan memilih kepentingan yang lebih besar.

"Nasib bangsa dan rakyat tentu akan menjadi pilihan yang tidak mungkin bisa dihadapkan dengan kepentingan lain," ujarnya sembari menambahkan bahwa pengajuan tujuh proyek tersebut juga sangat beralasan, dihadapkan pada kondisi ruang kerja yang memang membutuhkan perbaikan sarana.

Fraksi PKS setuju proyek gedung DPR ditunda karena kondisi perekonomian nasional belum memungkinkan.

"Fraksi PKS tidak mempermasalahkan," kata Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini.

Penundaan itu harus disertai dengan sikap pemerintah untuk serius mengatasi masalah yang sangat penting dengan cara yang tepat sasaran, fokus dan tidak mencari popularitas. Pemerintah harus efektif dan efisien dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar penggunaannya tepat sasaran.

Jazuli mencontohkan anggaran untuk menyuntik dana bagi BUMN yang jumlahnya puluhan triliun rupiah tahun ini yang dipertanyakan efeknya untuk rakyat.

Menurut dia, penggunaan anggaran APBN senilai Rp2.000 triliun akan menguap begitu saja apabila tidak digunakan secara efektif dan efisien.

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh setuju rencana pembangunan gedung baru DPR namun momentum pembangunannya saat ini tidak pas karena perekonomian Indonesia sedang tidak stabil.

"Waktuya saja yang tidak tepat. Sebenarnya kita sukalah DPR membangun kantor. Kalau bisa 50 tingkat, 100 tingkat, bisa menggambarkan bangsa yang maju," katanya.

Ketua Fraksi Partai Hanura DPR Nurdin Tampubolon meminta DPR dan pemerintah menjalin komunikasi intensif terkait rencana pembangunan gedung baru DPR agar kedua pihak legislatif dan eksekutif tersebut sama-sama mendukung.

Fraksi Hanura mendukung tujuh proyek yang direncanakan itu berjalan sesuai dengan prosedur. DPR memang membutuhkan gedung baru namun tentunya bukan sesuatu yang tergesa-gesa dilakukan karena harus menyesuaikan dengan kemampuan negara, jangan membebani keuangan negara. Uang negara saat ini dibutuhkan untuk pertumbuhan ekonomi dan kebutuhan rakyat.

Presiden merespons

Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Roem Kono menyatakan presiden telah merespons surat terkait proyek pembangunan gedung DPR yang diajukan pimpinan Dewan.

"Sudah ada, memang DPR mengirim surat kepada pemerintah, dan sudah ada jawaban Presiden," kata Roem Kono.

Dia tidak mengatakan spesifik apakah Presiden menyetujui proyek pembangunan gedung DPR itu. Yang jelas, angka anggaran pembangunan masih dalam perhitungan.

"Sekjen akan menyusun itu sebaik-baiknya sehingga mendapatkan angka yang tepat dan jelas," kata dia.

Pembangunan gedung akan dilakukan berjenjang hingga 2019 sedangkan pembahasan dilakukan sejak dini agar tercipta transparansi.

"Gedung kami tidak memadai, saya kira sudah sepatutnya dibangun. Kita, kan, kesulitan naik lift. Yang tiap hari naik turun lift 6.000 orang," ujarnya.

DPR dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) belum membahas secara formal rencana pembangunan gedung baru di kompleks parlemen. Sekjen Kementerian PUPR Taufik Widjojono memastikan Kementerian PUPR bertanggung jawab terhadap seluruh gedung negara yang dibangun dan memberikan kriteria standar ruang kerja.

Anggota DPR merupakan pejabat negara sehingga hunian kerjanya mengikuti standar desain sesuai peraturan Menteri PUPR. Jika DPR berkonsultasi tentang pembangunan gedung parlemen, Direktorat Cipta Karya yang akan bertanggung jawab mewakili Kementerian PUPR.

Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Jokowi meminta usulan penganggaran tujuh proyek DPR dikaji kembali karena postur anggaran yang tidak begitu fleksibel. Itulah yang menjadi sikap resmi Presiden.

Oleh Budi Setiawanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015