Jakarta (ANTARA News) - Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Elan Biantoro mengatakan banyak kontraktor migas asing yang akhirnya hengkang dari Indonesia akibat rumitnya aturan eksplorasi migas.

Salah satu aturan yang dinilai menyulitkan adalah para kontraktor diharuskan membayar pajak bumi dan bangunan (PBB) meskipun mereka beroperasi di lepas pantai.

"Ada beberapa contoh seperti BP yang bayar PBB di Papua, Blok anam. Niko Resources juga keluar karena diauuh bayar PBB ratusan juta dolar AS," kata Elan saat memberi edukasi media bersama Total E&P Indonesie di Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Selain perusahaan-perusahaan tersebut, ada juga perusahaan besar asal Amerika Serikat yang memilih keluar karena aturan nonteknis yang rumit.

"Saya tidak mau sebut namanya. Tapi sebagian besr karena nonteknis, ada juga gugatan-gugatan dari berbagai pihak misalnya dari LSM," kata dia.

Sebenarnya, pembayaran PBB untuk usaha di lepas pantai, menurut Elan tumpang tindih. Alasannya, usaha di lepas pantai sudah terkena pajak pelayaran dan lain sebagainya. Belum lagi, kontraktor asing tidak jeli saat mengisi formulir pajak.

"Saat isi formulir mengenai luasan wilayah tambang sering salah. Harusnya yang diisi adalah luas wilayah yang dikerjakan saja." Saat ini, Indonesia tak lagi "seksi" di mata investor asing yang bergerak di bidang migas. Mereka lebih memprioritaskan kegiatan eksplorasi mereka di negara lain.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015