Kita memang harus sangat realistis dan jangan pasang target terlalu tinggi. Kalaupun (ada dampak) baik itu keuntungan bagi Indonesia."
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan target ekonomi makro dan kesejahteraan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016 akan lebih realistis, mengingat imbas negatif dari ketidakpastian ekonomi global masih mengancam.

Bambang menyampaikan hal tersebut di depan pimpinan Badan Anggaran DPR, di Jakarta, Senin, sehubungan dengan pengaruh dari prospek ekonomi global pada 2016 yang diyakini belum akan membaik signifikan.

"Kita memang harus sangat realistis dan jangan pasang target terlalu tinggi. Kalaupun (ada dampak) baik itu keuntungan bagi Indonesia," ujar Bambang.

Ketika pemerintah menyampaikan nota keuangan dan naskah RAPBN 2016 kepada DPR pada 14 Agustus 2015 lalu, sejumlah fraksi di parlemen menyatakan target pertumbuhan ekonomi pemerintah yang dipatok 5,5 persen terlalu optimistis.

Selain itu, asumsi kurs sebesar Rp13.400 per dolar AS juga dinilai terlalu tinggi, mengingat derasnya tekanan-tekanan terhadap rupiah dari ancaman pelarian arus modal dan potensi perang kurs akibat devaluasi yang dilakukan sejumlah negara.

Menyikapi hal tersebut, Bambang mengatakan, target dan asumsi-asumsi makro lainnya, dapat saja mengalami revisi, karena pemerintah akan mempertimbangkan dinamika perekonomian global.

Hingga pekan pertama September 2015 ini, Bambang mengakui, negara-negara ekonomi maju pun masih sangat berhati-hati menyikapi perkembangan perekonomian global.

Dalam pertemuan antara negara-negara G-20 di Ankara, Turki, 3-6 September lalu, Bambang menceritakan, mayoritas negara anggota meyakini prospek ekonomi global belum membaik di 2015. Sedangkan untuk 2016, Bambang mengatakan keraguan negara-negara G-20 terhadap pemulihan ekonomi global juga tampak mencuat.

"Mood mereka berat untuk melihat pertumbuhan," ujarnya.

Hal-hal yang sangat menentukan untuk mempertimbangkan prospek perekonomian global 2016 adalah kepastian kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, imbas dari kebijakan devaluasi Yuan Tiongkok, pemulihan pertumbuhan ekonomi di Eropa dan Jepang dan kondisi harga komoditi.

"Sedangkan tahun ini semua sepakat pertumbuhan global lebih rendah dari 2014," kata Bambang.

Adapun, beberapa asumsi makro lainnya dalam RAPBN 2016 adalah laju inflasi 4,7 persen, rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan 5,5 persen, asumsi rata-rata harga minyak mentah Indonesia 60 dolar AS per barel, produksi minyak bumi 830.000 barel per hari dan gas bumi sekitar 1,155 juta barel setara minyak per hari.

Pemerintah menargetkan RAPBN dapat disahkan menjadi APBN 2016 pada Oktober 2015.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015