Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo meminta Pertamina mengurangi kebutuhan belanja dolar yang mencapai 60-80 juta dolar AS per harinya.

"Ditugaskan kepada direktur Pertamina dan Menteri ESDM mengambil langkah-langkah agar beban yang besar untuk kebutuhan dolar pada kita semua bisa dikurangi," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung saat konferensi pers hasil Rapat Terbatas di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa.

Direktur Utama Pertamina Dwi Sucipto mengatakan untuk mengurangi kebutuhan dolar yang besar, pihaknya akan menggunakan metode konsinyasi.

"Kami bayar kalau mau dipakai," kata Dwi Sucipto saat mendampingi Seskap bersama Menteri ESDM Sudirman Said.

Dia mengungkapkan bahwa kebutuhan dolar tersebut untuk impor BBM yang hampir mencapai 700 ribu barel per hari karena kapasitas kilang yang kurang.  "Itu makanya kita kan harus bangun kilang," jelas Dwi Sucipto.



Harga Avtur

Dalam kesempatan ini, Pramono Anung juga mengungkapkan bahwa Presiden juga meminta Pertamina menurunkan harga avtur yang saat ini tidak kompetititif.

"Avtur kita lebih tinggi dibandingkan dengan avtur internasional, maka presiden menugaskan pada direktur Pertamina agar ini bisa ditekan sehingga harga bisa bersaing dengan internasional," tuturnya.

Pramono mengungkapkan bahwa penurunan harga avtur ini bermanfaat untuk meningkatkan jumlah pesawat-pesawat yang transit di bandara-bandara Indonesia.

"Manfaatnya adalah pesawat-pesawat yang saat ini selalu transit di Singapura untuk isi bahan bakar, maka mereka nanti bisa langsung ke Indonesia," ujarnya.

Pramono mengatakan jika penurunan harga avtur ini bisa diturunkan, maka bisa memberikan manfaat bukan hanya dalam dunia penerbangan, tapi juga sektor pariwisata.

Dwi Sucipto mengatakan pihaknya akan melakukan perbaikan sehingga biaya produksi yang ditampung dalam kilang bisa lebih efesien atau lebih rendah biayanya.

"Ya ini sedang kami siapkan, mudah-mudahan di Oktober bisa dapatkan formulasi yang lebih baik," katanya.

Dirut Pertamina inni mengakui bahwa harga avtur di Indonesia lebih mahal dibanding dengan Singapura, sehingga perlu diturunkan sekitar 10-15 persen agar bisa kompetitif dengan negara tetangga tersebut.

"Kalau kita kan selalu komparasi ke Singapura. Ya, memang Singapur dengan berbagai ketentuan-ketentuan aspek perpajakan dan sebagainya, bisa lebih rendah dari kita," ungkapnya.

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015