Beirut (ANTARA News) - Kabinet Lebanon pada Rabu (9/9) menyetujui rencana untuk mengakhiri krisis sampah sebulan yang telah memicu protes jalanan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Menteri Pertanian Akram Shehayeb mengumumkan kesepakatan yang menyetujui pendelegasian tugas pengelolaan sampah ke pemerintahan kota dan pembukaan dua tempat pembuangan sampah baru.

"Malam ini kabinet menyetujui jalan keluar dari krisis sampah," kata Shehayeb setelah sesi yang berlangsung lebih dari enam jam dan dilakukan saat demonstran kembali melakukan aksinya di Beirut.

Rencana kompleks tersebut akan menghentikan sentralisasi pengumpulan sampah, yang merupakan permintaan utama dari para aktivis, dan membuka dua tempat pembuangan sampah baru yang bersih di lokasi terjauh.

Hal tersebut juga akan diikuti dengan pembukaan kembali sementara tempat pembuangan sampah akhir Naameh yang ditutup Juli lalu setelah mendapat protes dari warga setempat, dan memicu krisis pengumpulan sampah.

Shehayeb mengatakan Naameh akan dibuka kembali hanya selama seminggu supaya sampah yang menumpuk di Beirut dan sekitarnya bisa dibuang dengan cepat.

Namun, proposal tersebut mungkin akan menimbulkan kontroversi, dengan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi bersikeras tidak akan mentolerir pembukaan kembali tempat pembuangan sampah itu dalam kondisi apapun.

Tahun lalu, pemerintah berjanji menutup tempat pembuangan sampah Naameh namun gagal menemukan alternatif karena adanya intervensi terhadap tempat pembuangan akhir terbesar di Lebanon tersebut.

Ketika batas waktu penutupan tiba pada 17 Juli, warga memblokir pintu masuk ke tempat pembuangan akhir tersebut dan sampah mulai menumpuk di Ibu Kota dan sekitarnya.

Krisis itu memicu protes kemarahan yang pada awalnya difokuskan terhadap pengelolaan limbah tetapi  berkembang sampai frustrasi karena kurangnya pasokan air dan listrik dan pembagian kelas politik di Lebanon.

Berbagai kampanye seperti yang dilakukan organisasi "You Stink" membawa ribuan orang ke jalan-jalan dalam demonstrasi non-partisan dan non-sektarian terhadap seluruh kelas politik di Lebanon.

Lebanon belum mempunyai seorang presiden selama satu tahun lebih, dengan parlemen yang terbagi gagal memilih pengganti meski sudah melakukan pertemuan lebih dari 24 kali.

Kabinet juga telah lumpuh selama berbulan-bulan, dan sesi darurat Rabu diboikot oleh beberapa anggotanya.

Sebelumnya, pejabat terkemuka negara itu bertemu untuk melakukan pembicaraan yang dimaksudkan untuk mengatasi kebuntuan politik.

Namun, sesi berakhir tanpa keputusan apa pun, dan hanya menghasilkan sebuah pengumuman biasa bahwa mereka akan melakukan pembicaraan yang lebih banyak pada minggu depan, demikian seperti dilansir kantor berita AFP. (Uu.B020)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015