Jakarta (ANTARA News) - Masyarakat yang berkecimpung dalam pengendalian produk tembakau akan menggugat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke Mahkamah Konstitutusi (MK) bila parlemen mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertembakauan.

"Kalau RUU Pertembakauan keluar (disahkan), maka langkah utama dan pertama yang dilakukan adalah menggugat RUU tersebut di Mahkamah Konstitusi untuk meminta dibatalkan," ujar Direktur RAYA Indonesia Hery Chariansyah kepada ANTARA News, Minggu.

Hal senada disampaikan aktivis Hasna Pradityas dari Smoke Free Agents (SFA) yang menilai pengesahan RUU Pertembakauan tidak sesuai dengan UUD 1945 dan siap menggugat DPR ke MK.

"Kami dan teman-teman aktivis berjuang untuk tidak disahkan dalam pengesahan UU yang cukup panjang. Namun, jika disahkan, kami akan menggugat DPR ke MK karena tidak sesuai dengan konstitusi," kata Tyas dalam kesempatan berbeda.

Hery mengatakan, masuknya RUU Pertembakauan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 saja menunjukkan ada intervensi industri pada sistem kebijakan hukum di Indonesia.

Dia bahkan menganggap para pengambil kebijakan di Indonesia tidak ingin melindungi rakyatnya.

"Sistem kebijakan hukum kita masih diintervensi oleh industri (pemilik modal), dalam hal ini industri rokok," tutur Hery. "RUU ini adalah titipan asing karena melindungi dan menjamin industri rokok yang sebagian besar pasarnya dikuasai oleh industri asing."

Dia mengaku tengah berusaha melakukan advokasi pada penentu kebijakan di Senayan dan fokus pada peningkatan status regulasi kawasan tanpa rokok (KTR) di Jakarta dan iklan rokok di televisi.

Tyas mengungkapkan, sejauh ini pihaknya bersama  Komnas Pengendalian Tembakau (PT), IAKMI dan LDUI telah melakukan audiensi dengan DPR untuk mencegah RUU itu  disahkan.

"Sejauh ini kami RDPU ke Komisi IX, audiensi dengan anggota DPR. Upaya bersama, SFA, Komnas PT, Komisi IX tidak membidangi masalah ini, jadi diajukan pada fraksi. Tetapi mereka akan kawal," ungkap Tyas.



Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015