Ghazni (ANTARA News) - Pemberontak Taliban yang mengenakan seragam militer meledakkan bom mobil dan menyerbu penjara Afghanistan pada Senin, melepaskan ratusan narapidana serta menewaskan empat petugas saat mereka meningkatkan serangan di tengah peralihan kepemimpinan.

Serangan berani di kota wilayah timur Ghazni itu mengingatkan pada pelarian hampir 500 narapidana Taliban pada 2011 dari penjara di Provinsi Kandahar di selatan.

Serangan yang menyisakan mayat penuh lubang peluru di pintu masuk penjara itu terjadi saat pasukan Afghanistan menghadapi masa awal pertempuran melawan pemberontak tanpa dukungan penuh NATO.

"Sekitar pukul 02.30 pagi, enam pemberontak Taliban mengenakan seragam militer menyerang penjara Ghazni. Mulanya mereka meledakkan bom mobil di depan pintu gerbang, menembakkan RPG (granat berpeluncur roket), dan kemudian menyerang penjara," kata Wakil Gubernur Mohammad Ali Ahmadi kepada kantor berita AFP.

Kementerian Dalam Negeri mengatakan 355 dari 436 narapidana kabur. Sebagian besar didakwa atas kejahatan menentang keamanan nasional dan tindak pidana lain.

Kementerian itu menambahkan bahwa empat polisi Afghanistan tewas dan tujuh lagi cedera dalam kejadian itu.

Taliban, yang melancarkan serangan di seluruh negara pada akhir April, mengaku bertanggung jawab atas kejadian itu.

"Operasi sukses ini dilakukan pukul 02.00 dan berlanjut selama beberapa jam. Penjara itu berada di bawah kendali Taliban," kata juru bicara Taliban, Zahibullah Mujahid, dalam sebuah pernyataan.

"Dalam operasi ini, 400 warga negara kita yang tak bersalah dibebaskan... dan dibawa ke kawasan yang dikuasai mujahidin," tambah dia.

Taliban dikenal sering membesar-besarkan dan menyimpangkan pernyataan-pernyataan publik mereka.

Pada 2011, hampir 500 pejuang dan komandan Taliban kabur dari penjara di Kandahar, dalam insiden yang disebut oleh pemerintah sebagai "bencana" keamanan.

Taliban saat itu mengatakan mereka menyelundupkan keluar narapidana melalui sebuah terowongan sepanjang satu kilometer yang digali selama lima bulan.


Peningkatan serangan

Pemberontak Taliban meningkatkan serangan musim panas mereka di tengah kemelut suksesi kepemimpinan, setelah kepastian mengenai kematian pemimpinnya Mullah Omar.

Mullah Akhtar Mansour,orang kepercayaan Omar, diangkat sebagai pemimpin baru pada akhir Juli, namun transisi kekuasaan itu mendapat tentangan.

Pasukan keamanan Afghanistan yang terbagi dalam berbagai fron berjuang menghadapi Taliban sementara pasukan NATO ditarik dari garis depan.

NATO mengakhiri misi tempurnya Desember lalu dan menarik pasukannya meskipun masih menyisakan 13 ribu tentara untuk pelatihan dan operasi kontra-terorisme.

Dalam sebuah serangan berdarah pada 5 September, beberapa penyerang tak dikenal menembak mati 13 warga minoritas Syiah Hazaras, setelah menarik mereka keluar dari mobil di Provinsi Balkh di utara.

Para korban diambil dari dua kendaraan dalam sebuah serangan langka yang menyasar etnik minoritas.

Presiden Afghanistan pada hari yang sama meminta donor internasional untuk meneruskan dukungannya, dan mengatakan bahwa "negara terluka" itu menghadapi tantangan keamanan dan ekonomi.

Negara donor menjanjikan bantuan miliaran dolar dalam dasawarsa terakhir, untuk membangun kembali negara bergejolak itu.

Namun, sebagian besar dana tersebut lenyap akibat korupsi yang menggurita di hampir semua institusi publik, menghambat pembangunan dan melemahkan keuangan negara yang memang sudah terkuras, demikian seperti dilansir kantor berita AFP. (Uu.S022)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015