Jakarta (ANTARA News) - Suryadharma Ali akan kembali ke Rumah Tahanan Guntur, Jumat malam ini, setelah melayat kakaknya yang meninggal dunia Kamis (17/9) .

"Penetapan hakimnya hanya satu hari, semalam pukul 20.00 WIB keluar didampingi pengawal tahanan dan jaksa," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yuyuk Andriati, di Jakarta, Jumat.

Suryadharma Ali (SDA) saat ini merupakan terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Agama sepanjang 2010-2014.

Pengacara SDA, Humprey Djemat menyatakan bahwa kliennya melayat ke kawasan Jakarta Utara.

"Setahu saya lokasinya di RS Koja Tanjung Priok tapi nanti di mananya saya belum tahu," kata Humphrey.

SDA didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp1,821 miliar dan 1 lembar potongan kain Ka'bah (kiswah), serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp27,283 miliar dan 17,967 juta riyal atau setidak-tidaknya sejumlah itu, sebagaimana laporan perhitungan kerugian negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Menurut jaksa, SDA didakwa melakukan sejumlah perbuatan, yaitu menunjuk orang-orang tertentu yang tidak memenuhi persyaratan menjadi Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi dan mengangkat Petugas Pendamping Amirul Hajj tidak sesuai ketentuan, dan menggunakan Dana Operasional Menteri tidak sesuai dengan peruntukan.

Selain itu, mengarahkan Tim Penyewaan Perumahan Jemaah Haji Indonesia di Arab Saudi untuk menunjuk penyedia perumahan jemaah Indonesia yang tidak sesuai ketentuan, serta memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan proporsionalitas.

SDA diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan, sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2015