Rata-rata perajin takut menaikkan harga...,juga mengecilkan porsi"
Bojonegoro (ANTARA News) - Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, mengaku keuntungan para anggotanya berkurang sekitar 20 persen menyusul melonjaknya harga kedelai impor sejak pekan lalu.

"Kenaikan harga kedelai impor dipengaruhi naiknya nilai tukar dolar Amerika Serikat," kata Ketua Paguyuban Perajin Tahu dan Tempe Kabupaten Bojonegoro, Arifin, di Bojonegoro, Sabtu.

Ia menyebutkan harga kedelai impor yang semula Rp6.700/kilogram, naik menjadi Rp8.100/kilogram dan kedelai lokal yang semula Rp6.200 sekilogramnya naik menjadi Rp6.600 per kilogram.

"Kedelai impor selama ini menjadi bahan baku utama perajin dalam membuat tahu, selain dicampur dengan kedelai lokal, sehingga kenaikan harga kedelai mempengaruhi biaya produksi," paparnya.

Menurut dia, perajin tahu dan tempe yang menjadi anggotanya dengan jumlah sekitar 150 perajin di Desa Ledokkulon, Kecamatan Kota, tidak berani menaikkan harga jual kepada konsumen atau mengecilkan porsi.

"Rata-rata perajin takut menaikkan harga penjualan, juga mengecilkan porsi, karena khawatir tidak laku," jelas dia.

Meski demikian, katanya, tingkat penjualan produksi tahu dan tempe di daerahnya masih tetap stabil. Ia mencontohkan dirinya masih mampu menjual tahu dengan bahan kedelai 1,5 kuintal dan tempe 25 kilogram/hari.

"Saya juga masih bisa menjual tahu dengan bahan kedelai 1 kuintal/harinya," ucap perajin tahu lainnya Ny. Marfuah, menambahkan.

Lebih lanjut Arifin menjelaskan kalau saja harga kedelai impor dan lokal masih naik, besar kemungkinan perajin tahu dan tempe yang menjadi anggotanya berhenti berproduksi.

"Kalau biaya produksi terlalu tinggi biasanya perajin tahu berhenti membuat tahu. Lebih memilih membuat batu bata," ucapnya.

Ia menambakan produksi tahu dan tempe di desa setempat, selain memenuhi kebutuhan lokal, juga dijual ke luar kota, seperti ke Babat, Lamongan dan Cepu, Jawa Tengah.

"Sebagian besar perajin membawa sendiri untuk menjual produksi tahunya," ucapnya.

Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015