Pemenuhan target asumsi makro merupakan tugas berat bagi pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Karena itu, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi mengingat tekanan ekonomi semakin besar,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua I Badan Anggaran DPR Said Abdullah mengatakan, perlu kerja keras pemerintah untuk memenuhi target asumsi makro 2016, karena tekanan ekonomi semakin besar.

"Pemenuhan target asumsi makro merupakan tugas berat bagi pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Karena itu, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi mengingat tekanan ekonomi semakin besar," katanya di Jakarta, Selasa.

Said menjelaskan kondisi perekonomian Indonesia pada 2016 mendatang masih akan menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan, baik dari sisi domestik maupun global.

Hal itu menurut dia, berdampak pada melesetnya target asumsi makro dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2016 yang sudah disampaikan ke DPR.

"Karena itu, pemerintah harus bekerja lebih keras lagi (extra effort) untuk mencapai target tersebut," ujarnya.

Politikus PDI Perjuangan itu mengatakan, Banggar DPR melihatnya sederhana, kalau pertumbuhan ekonomi dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen dan kemudian ICP dari 60 dolar AS menjadi 50 dolar AS per barel maka pertumbuhan ekonomi kita akan relatif dengan 5,3 persen.

Sementara itu menurut dia dari sisi Rupiah yang diasumsikan Rp13.900 per dolar AS, BI telah memberikan jaminan bahwa Rupiah akan dijaga di level tersebut dan itu sejalan dengan kemampuan dan tugas BI untuk menstabilisasi rupiah.

"Apakah rupiah di Rp13.900 per dolar AS itu berdasarkan estimasi yang kuat dari BI atau bagian dari harapan pasar," katanya.

Menurut dia, apabila estimasi ini berdasarkan analisa pasar, apakah itu pro barat atau timur, maka celaka Indonesia. Dia menjelaskan apabila Tiongkok masih mendevaluasi mata uangnya, maka Indonesia akan jebol, akan porak-poranda postur maupun asusmsi APBN.

"Saya mengapresiasi langkah pemerintah dengan merilis Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I dan II. Namun, paket deregulasi ini tidak serta merta menyulap ekonomi membaik dalam jangka pendek," katanya.

Namun untuk jangka panjang, menurut dia, paket deregulasi pemerintah ini baru terlihat efektifitasnya yaitu sekitar enam bulan terlihat keuntungannya.

Said berharap agar paket deregulasi ini mengatur secara ketat soal baja impor, terutama pemerintah sedang gencar membangun infrastruktur yang membutuhkan baja dalam jumlah yang besar.

"Tarif impor besi dan baja yang berlaku saat ini sekitar 10-20 persen masih terlalu rendah," katanya.

Hal itu menurut dia, tidak akan mampu menjaga eksistensi industri besi-baja domestik dari gempuran baja impor, karena itu agar tarif bea masuk baja impor harus dinaikan hingga 20-25 persen.

Dia menilai tarif bea masuk yang proporsional akan mampu mengamankan kepentingan pelaku industri baja nasional yang selalu mengeluhkan banjirnya baja impor, khususnya dari Tiongkok.

"Jadi, harus ada barriernya, kalau tidak, banjir baja impor menghancurkan pasar domestik," katanya.

Said mengatakan, pengenaan tariff impor yang proporsional akan menyelamatkan pangsa pasar baja local yang saat ini dikuasi produk asing.

Hal itu menurut dia, sekaligus mengamankan kepentingan pelaku industri baja nasional yang selalu mengeluhkan banjirnya baja impor, khususnya dari Tiongkok.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015