Jakarta (ANTARA News) - Kini masyarakat yang ingin pulang kampung ke Sumedang dari Jakarta, sudah dapat menggunakan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) dan tidak perlu lagi menggunakan jalur Cipularang-Padaleunyi-Sumedang.

Selain jalur Cipularang makin padat dari hari ke hari, waktu tempuh Bandung-Sumedang yang jaraknya hanya sekitar 50-an km sekarang ini memerlukan waktu bisa lebih dari tiga jam, lebih lama daripada waktu tempuh Jakarta-Sumedang melalui Cipali dan keluar di pintu Tol Kertajati yang hanya memerlukan waktu 2,5 sampai 3 jam saja.

Pemandangan keruwetan lalu lintas akibat kemacetan jalan ini bukan lagi milik Jakarta, tetapi juga sudah menjadi kejadian biasa di kota-kota kecil.

Pulau Jawa yang luasnya kurang dari tujuh persen luas Indonesia dihuni oleh 142 juta penduduk, atau sekitar 60 persen total penduduk Indonesia bermukim di pulau Jawa. Tingkat kepadatan penduduk pulau Jawa sudah mencapai 1.117 orang per kilometer persegi.

Penduduk Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten pada 2014 sudah mencapai 68,2 juta jiwa atau 48 persen dari jumlah penduduk pulau Jawa secara keseluruhan.

Menggabungkan Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat ke dalam satu kelompok populasi lebih tepat daripada melihatnya sendiri-sendiri, mengingat secara fungsional transportasi berada dalam satu sistem transportasi.

Sementara itu, penduduk Jepang pada 2013 adalah sekitar 127,3 juta jiwa, kurang dari penduduk Jawa atau hanya 1,86 kali penduduk Jawa Barat plus DKI Jakarta dan Banten.

Namun demikian, pada 2013 tingkat penggunaan kereta penumpang di Jepang dalam setahun mencapai 260 miliar penumpang-kilometer (urutan ke-4 dunia).

Adapun Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dengan penduduknya 1,35 miliar jiwa, tingkat penggunaan kereta penumpang pada 2014 mencapai 807 miliar-kilometer (urutan ke-2 di dunia), sedangkan Indonesia menempati urutan ke-14 dunia dengan tingkat penggunaan kereta penumpang sebesar 20,3 miliar-kilometer atau hanya 7,8 persen dari intensitas pengguna kereta api di Jepang.

Pangsa penggunaan kereta api di Jepang mencapai 27 persen. Pangsa penggunaan kereta penumpang yang tinggi tetapi jauh berada di bawah Jepang adalah Inggris (6,4 persen), Jerman (7,7 persen), Italia (8,1 persen), Perancis (5,6 persen) dan Amerika Serikat (0,6 persen).

Kapasitas jaringan kereta api penumpang Jepang yang tinggi telah mampu menurunkan tingkat kepadatan lalu lintas pada saat jam puncak dari 238 persen pada 1987 menjadi 198 persen pada 2001.

Pengalaman negara lain dalam membangun sistem transportasinya ini sangat penting bagi Indonesia. Kereta api sebagai sarana dan prasarana transportasi di Jepang, Inggris, dan Taiwan merupakan representasi penting membangun sarana dan prasarana pada sistem negara pulau atau kepulauan yang mana lahan daratan merupakan sumber daya alam yang sangat langka.

Luas Jepang 377,9 ribu kilometer dengan penduduk 127,3 juta jiwa dan luas pulau Jawa 126,7 ribu kilometer dan penduduk 142 juta jiwa, ternyata Jepang memilih kereta api sebagai moda utama transportasinya.

Jawa yang berpenduduk sangat padat ini dan Indonesia pada umumnya yang langka lahan daratan, karena kita sebagai negara kepulauan, mestinya juga mengandalkan pada sistem moda transportasi massal seperti kereta api.

Dalam sebuah buku berjudul "Exit, Voice and Loyalty" karya Albert Hirschman (1970), salah satu topik yang diulas pada buku tersebut adalah Mengapa kereta api di Amerika Serikat dan negara-negara berkembang tidak populer sehingga bukannya maju, tetapi malahan mundur kondisinya? Mengapa di Jepang dan negara - negara Eropa perkeretaapian sangat populer digunakan dan berkembang sangat pesat?

Ternyata jawabannya sangat sederhana, yakni Industri kereta api mengalami kekalahan dalam melalukan "lobby" terhadap sistem kekuasaan di negara-negara yang disebut lemah di atas.

Dewasa ini Pemerintah akan membangun kereta api cepat Bandung-Jakarta. Hal ini dapat dipandang sebagai bagian dari Nawacita.

Bahkan menurut berita, temponya akan dipercepat agar cepat terwujud. Sebagai bagian dari masyarakat Jawa Barat pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, tentu saja hal ini adalah kesempatan emas untuk mengurai kemacetan dan yang lebih utama lagi adalah untuk mengubah cara pandang dari pengembangan hanya moda kendaraan mobil menjadi moda kendaraan massal perkeretaapian untuk seluruh Jawa dan Indonesia pada umumnya.

Sebagaimana diketahui, bahwa sudah terpilih pemenang kontrak pembangunannya dengan sistem investasi jangka panjang yang tidak memberatkan APBN dan juga tidak mengalihkan aset negara menjadi aset perusahaan asing.

Tentu hal ini menjadi kesempatan ekonomi yang baik mengingat adanya investor yang bersedia menerima kriteria di atas. Bahkan, model kerja sama seperti itu mestinya menjadi model yang baik untuk mengundang investor-investor dari berbagai negara.

Tahukah Anda bagaimana "Twin Tower" di Malaysia dibangun?. Dari keterangan yang didapat dalam sebuah kunjungan ke sana, ternyata Tower 1 dibangun oleh kontraktor Korea Selatan dan Tower 2 dibangun oleh kontraktor Jepang.

Kalau dianalogikan MRT-railways Jakarta-Bandung ibarat Tower 1, dikerjakan oleh perusahaan yang sekarang ini sudah dimenangkan dan MRT-railways lainnya ibarat Tower 2 dikerjakan oleh perusahaan lainnya, dengan model kontrak kerja sama yang serupa dengan yang sudah lulus sekarang, tentu ini akan membuka masuknya kapital ke Indonesia sesuai dengan harapan semua pihak dalam membangun kerja sama internasional yang saling menguntungkan.

*) Penulis lahir dan tinggal di Sumedang Jawa Barat. Berkedudukan sebagai Ketua Dewan Pakar Pusat Tampung Aspirasi Masyarakat Indonesia (PUSTARI). Ia juga adalah Promotor Drama Tari Cerita Dipati Ukur yang digelar di Gedung Merdeka Bandung tahun 2009.

Oleh Agus Pakpahan*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015