Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah tokoh nasional yang pada masa lalunya pernah menerima beasiswa Supersemar menyampaikan testimoni (kesaksian) dalam buku berjudul "Tokoh-tokoh Inspiratif Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS)."

Ketua Umum KMA-PBS periode 2011-2015 Eddy Djauhari dalam acara "launching" buku tersebut di Jakarta, Sabtu, mengemukakan tokoh yang memberi kesaksian dalam buku itu antara lain Prof Dr Mahfud MD (Pakar Hukum Tatanegara), Prof Dr Mohammad Nuh (mantan Menteri Pendidikan), dan Prof Yohanes Surya (pakar fisika/matematika).

Tokoh lainnya adalah Prof Dr Indria Samego (pengamat politik), Dr Marwah Daud Ibrahim (politisi yang kini menjadi akademisi), Dr AS Hikam (akademisi yang juga mantan Menristek di era Presiden Abdurrahman Wahid), dan Dr HM Syahrial Yusuf SE (Pendiri Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia - LP3I).

"Pada penerbitan perdana ini baru 50 tokoh yang memberikan kesaksian tentang bagaimana studi mereka pada masa lalu bisa tertolong berkat adanya beasiswa Supersemar. Pada penerbitan berikutnya akan ada tambahan tulisan dari para tokoh lainnya dengan profesi yang berbeda-beda tentunya," kata Eddy.

Ia menjelaskan, saat ini sudah banyak alumni penerima beasiswa Supersemar yang menempati berbagai jabatan penting dan strategis seperti menjadi menteri, gubernur, bupati atau wali kota hingga duta besar, bankir dan pengusaha terkemuka.

Lebih dari itu, menurut dia, sekitar 70 persen rektor di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Tanah Air adalah alumni penerima beasiswa Supersemar. Beasiswa itu diberikan sejak dicanangkannya bantuan beasiswa oleh Yayasan Supersemar yang digagas Pak Harto (almarhum) pada 1974/1975.

Beasiswa tersebut diberikan kepada para mahasiswa dari golongan masyarakat yang kurang mampu di bidang ekonomi, tetapi berprestasi tinggi dalam studi, selain juga diberikan kepada para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Sementara itu dalam buku "Tokoh-tokoh Inspiratif Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar", salah seorang penerima beasiswa Supersemar yang dikenal sebagai pakar hukum tatanegara Prof Dr Mahfud MD menyatakan bersyukur pada saat kuliah mendapatkan beasiswa Supersemar.

"Saya hanya anak seorang pegawai negeri rendahan di Madura. Sulit membayangkan apa jadinya kalau saya tidak mendapatkan beasiswa Supersemar. Memang jumlahnya relatif tidak banyak, tetapi jelas sangat berarti. Terima kasih beasiswa Supersemar. Terimakasih Pak Harto," katanya.

Prof Mahfud mendapatkan beasiswa tersebut sejak studi S-1 di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta serta S-2 dan S-3 di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Pada buku yang sama, pakar fisika Prof Yohanes Surya juga menyampaikan rasa yukur pernah mendapatkan beasiswa Supersemar sehingga kini ia dapat membantu pendidikan anak-anak tak mampu serta mendorong mereka supaya menyukai matematika dan fisika. Beberapa di antaranya bahkan telah berhasil meraih juara pada Olimpiade Fisika.

"Saya hanyalah anak penjual kue. Kalau saat kuliah tidak mendapatkan beasiswa Supersemar, sudah bisa dipastikan saya akan terkena DO (drop out)," kata Yohanes.

Yohanes lahir di Jakarta pada 6 November 1963. Ia mulai memperdalam fisika pada jurusan Fisika MIPA Universitas Indonesia hingga tahun 1986. Saat itulah ia mendapatkan beasiswa Supersemar. Selanjutnya ia menempuh program master dan doktornya di College of William and Mary, Virginia, Amerika Serikat.

Pewarta: Aat Surya Safaat
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015