Roseburg, Oregon, (ANTARA News) - Pria bersenjata yang menewaskan salah satu profesor Bahasa Inggris dan delapan korban lainnya di salah satu kampus di Oregon, melakukan bunuh diri segera setelah lima menit beradu tembak dengan polisi, demikian laporan pihak berwenang.

Menurut Reuters, penyidik sebelumnya mengatakan bahwa penembak berusia 26 tahun itu ditembak mati oleh polisi setelah pria tersebut mengamuk di Umpqua Community College, yang menjadi peristiwa paling mematikan diantara penembakan massal yang terjadi di AS dalam dua tahun terakhir.

Kepala Polisi Daerah Douglas, John Hanlin, dalam sebuah konferensi pers pada Sabtu waktu setempat, menyampaikan hasil pemeriksaan medis yang menyatakan bahwa si penembak yang bernama Christopher Harper-Mercer, bunuh diri.

Merujuk pada laporan saat kejadian, Hanlin mengatakan bahwa dua polisi daerah Roseburg tiba di tempat kejadian dalam lima menit dan melaporkan bahwa mereka terlibat dengan pria bersenjata dua menit kemudian. Hanlin mengatakan dua polisi tersebut sudah "menetralkan" si pelaku.

"Petugas langsung bereaksi...sempat ada baku tembak dan si pelaku langsung dinetralkan saat itu juga. Informasi spesifik tentang peluru siapa yang menewaskan si pelaku akan kami diskusikan lebih lanjut," ujar Hanlin.

Ia mengatakan bahwa satu pistol tambahan juga diamankan dari apartemen pelaku, menjadikan total 14 senjata yang disita dari pelaku: delapan dari tempat tinggalnya, dan enam senjata lain yang digunakan di kampus tersebut.

Pada Jumat, Harper-Mercer resmi diidentifikasi sebagai pelaku yang menurut korban selamat telah menyerbu masuk ke salah satu kelas pengantar penulisan pada Kamis dan langsung menembak profesornya sebelum melayangkan satu per satu peluru pada korban lainnya sambil menanyakan status agama dan apakah mereka penganut Kristiani.

Pihak berwenang telah mengungkapkan sedikit fakta tentang apa motif penembakan.

Mengutip dari sumber yang tidak bersedia disebutkan namanya, CNN melaporkan bahwa pelaku membuat sebuah pernyataan yang menunjukkan kebenciannya terhadap orang kulit hitam. Sementara itu, juru bicara FBI menolak berkomentar tentang hasil investigasi mereka.

Bonnie Schaan, ibu dari korban Cheyeanne Fitzgerald (16), menceritakan bahwa putrinya berkata penembak itu memilih siswa lak-laki dan memberinya sebuah amplop.

"Ia berkata pada yang lain untuk berkumpul di tengah ruangan sambil berbaring," kata Schaan di luar rumah sakit tempat putrinya dirawat dan masih dalam kondisi kritis setelah salah satu ginjalnya diangkat.

"Anak saya ada di sana. Penembak itu memanggil salah satu pria, memberinya amplop dan menyuruhnya berdiri di depan kelas karena ia akan bercerita," ujar Schaan.

Ketika ditanya apakah pria bersenjata tersebut menyerahkan sesuatu kepada seseorang di tempat kejadian, John Hanlin mengaku tidak mengetahui hal itu.



Bermasalah

Dalam sebuah pernyataan singkat pada Sabtu, keluarga pelaku penembakan itu mengatakan bahwa mereka terkejut dan sangat sedih atas kejadian mengerikan tersebut.

Ayah Harper-Mercer, Ian Mercer, mengatakan pada CNN bahwa putranya mungkin memiliki gangguan mental dan bertanya-tanya bagaimana mungkin anaknya dapat mengumpulkan beragam senjata itu.

"Mereka menyatakan tentang kontrol senjata. Setiap kali peristiwa seperti ini terjadi, mereka selalu membicarakan itu namun tidak pernah ditindaklanjuti... Ini harus diubah," kata Mercer yang mengaku tidak tahu bahwa anaknya memiliki senjata.

Sementara itu, Hanlin mengatakan pihaknya telah mempelajari beragam petunjuk dan mengumpulkan bukti dari berbagai lokasi, termasuk senjata, amunisi, dokumen, serta media digital.

Pada Jumat, diketahui bahwa Harper-Mercer sempat diusir dari akademi senjata api Los Angeles oleh seorang instruktur yang mengatakan pada Reuters bahwa Harper-Mercer merupakan anak yang aneh dan terlalu cemas untuk pelatihan senjata tingkat tinggi.

Dia sempat bertugas selama satu bulan di Angkatan Darat pada 2008 dan keasyikan dengan persenjataan yang tanggal kembalinya setidaknya selama dua tahun.

Harper-Mercer, yang mendeskripsikan dirinya sebagai pria ras campuran dalam sebuah situs media sosial, tampaknya bersimpati terhadap Tentara Republik Irlandia (IRA), sebuah kelompok militan yang melakukan kampanye kekerasan untuk mengusir Inggris dari Irlandia Utara. Dalam sebuah laman Myspace, ia mengunggah beberapa foto pasukan bersenjata IRA membawa senapan laras panjang.

Seluruh korban yang berhasil diidentifikasi pada Jumat, berusia 18-67 tahun. Lima korban luka-luka masih dirawat di rumah sakit, yang tiga diantaranya dalam kondisi kritis.

Salah satu korban luka yang merupakan veteran tentara perang Irak, Chris Mintz (30), dianggap berjasa karena telah menghalangi penembak memasuki kelas lainnya sebelum polisi datang. Menurut mantan pacarnya, Mintz menderita tujuh luka tembak dan dua kakinya patah.

Pertengahan sore hari pada Sabtu, situs GoFundMe yang dibuat oleh sepupu Mintz untuk membantu membayar perawatan dan pemulihannya, telah menerima donasi sebesar 660 ribu dolar AS.

(UY013/M007)

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015