Washington (ANTARA News) - Bakal calon utama presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump, mengatakan dia akan memilih duduk manis untuk menyaksikan Rusia terus menyerang Suriah dengan menyebut Suriah sebagai perangkap yang akhirnya menjebak Rusia.

Dalam komentar yang disiarkan hari ini dalam program "This Week" stasiun televisi ABC, Trump mengatakan dia tidak akan menciptakan zona larangan terbang di atas Suriag sebagaimana diusulkan para bakal calon presiden lainnya, termasuk calon kuat dari Partai Demokrat Hillary Clinton.

"Saya kira yang ingin saya lakukan adalah saya mau duduk manis saja dan melihat apa yang terjadi," kata Trump, sebelum mengatakan bahwa perang Uni Soviet pada 1980-an melawan pemberontak mujahidin Afghanistin malah akhirnya menghancurkan blok komunis.

"Kini mereka ke Suriah, banyak sekali perangkap di sana, banyak sekali masalah di sana. Manakala saya dengar mereka akan berperang melawan ISIS, saya bilang, 'Bagus, biarkan saja,'" kata miliarder real estate itu.

Menyangkut krisis migrasi akibat perang di Suriah dan Irak, Trump menegaskan kembali pernyataannya beberapa waktu lalu bahwa dia akan mengusir para pengungsi karena menurutnya sebagian dari mereka disusupi para petempur ISIS.

"Kita tidak tahu dari mana mereka berasal, kita tidak siapa mereka. Mereka bisa saja ISIS. Itu bisa menjadi Kuda Troya besar," kata Trump.

Trump mengakui bahwa AS memang telah begitu mengacaukan Timur Tengah, memecahbelah Irak, dan mendestabilisasikan Timur Tengah, namun menyangkut imigran, dia berkata, "Jika saya menang jadi presiden, mereka (pengungsi) akan ke luar.  Kita tak mau bertanggung jawab."

Dalam wawancara lainnya dengan program "Meet the Press" dari NBC, Trump bahkan mengatakan Timur Tengah akan lebih baik jika Assad semakin kuat.

Dia juga percaya situasi di kawasan itu akan makin meningkat seandainya Moamer Kadhafi tetap berkuasa di Libya dan Saddam Hussein tetap memerintah Irak.

"Tentu saja akan lebih baik jika Libya tidak lagi menjadi negara. Tak diragukan juga Irak adalah bencana," kata Trump seperti dikutip AFP.




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015