Di Sumatera ada 1.563 titik dan di Kalimantan ada 257 titik api
Jakarta (ANTARA News) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa berdasarkan pantauan satelit Terra Aqua dari NASA pada Minggu (4/10) terdapat 1.820 hotspot atau titik api di Sumatera dan Kalimantan.

"Di Sumatera ada 1.563 titik dan di Kalimantan ada 257 titik api," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan, titik api di Sumatera terdapat di Sumatera Selatan sebanyak 1.340, Riau sembilan titik, Jambi 131 titik, Bangka Belitung 22 titik, Lampung 57 dan Kepulauan Riau satu titik api.

Sementara di Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat 51 titik, Kalimantan Tengah 108 titik, Kalimantan Selatan 71 dan Kalimantan Timur 27 titik.

Banyaknya titik api yang menunjukkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan tersebut telah mengakibatkan tebaran kabut asap di berbagai wilayah.

"Kabut asap juga mengakibatkan jarak pandang menjadi pendek dan menyebabkan penerbangan terganggu," katanya.

Jarak pandang pada Minggu (4/10) pukul 17.00 WIB di Pekanbaru 500 meter, Jambi 500 meter, Palembang 700 meter, Ketapang 800 meter, Sintang 400 meter, Pontianak 1.000 meter, dan Palangkaraya 100 meter.

"Kualitas udara dari ISPU juga menunjukkan level Tidak Sehat hingga Berbahaya bagi kesehatan masyarakat," katanya.

Sementara itu, BNPB tengah mengerahkan tujuh helikopter dan pesawat water bombing (bom air) serta satu pesawat Casa hujan buatan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel).

Dia menjelaskan, sudah lebih dari satu bulan hotspot di Sumsel belum juga dapat dipadamkan.

Konsentrasi hotspot di Sumsel, kata dia, terdapat di perkebunan dan hutan tanaman industri di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

"Pantauan satelit dari NASA terlihat dengan jelas asap tebal diproduksi dari Kabupaten OKI dan Musi Banyuasin yang terbawa angin ke arah Barat Laut-Utara sehingga menambah kepekatan asap di Jambi dan Riau. Bahkan menyebar ke wilayah Malaysia," katanya. 

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015