Indonesia (dalam COP21 di Paris) pasti akan ditanya soal kesiapan menurunkan emisi karbon yang ditargetkan. Jadi sangat jelas menurut saya, bagaimana kita perlu menciptakan mekanisme untuk mengevaluasi ketaatan,"
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim Asia Tenggara dan Pasifik IPB Rizaldi Boer mengatakan Indonesia perlu punya mekanisme evaluasi ketaatan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dalam menghadapi persoalan penurunan emisi karbon.

"Indonesia (dalam COP21 di Paris) pasti akan ditanya soal kesiapan menurunkan emisi karbon yang ditargetkan. Jadi sangat jelas menurut saya, bagaimana kita perlu menciptakan mekanisme untuk mengevaluasi ketaatan," kata Rizaldi di sela-sela kegiatan Climate Week yang digelar Aliansi Perubahan Iklim Indonesia di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, semua yang mendapat ijin untuk mengelola SDA harus "comply" dengan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah untuk bisa menerapkan pengelolaan sumber daya yang ada secara berkelanjutan.

"Karena itu, untuk bisa hindari masalah lingkungan seperti contohnya kabut asap yang menyumbang emisi besar maka sistem evaluasi yang transparan harus ada. Dengan cara ini kemungkinan untuk memperkecil manipulasi dapat dilakukan," ujar dia.

Pada dasarnya, menurut dia, Indonesia sudah memiliki sistem evaluasi ketaatan pemanfaatan SDA, namun butuh waktu dan suatu kekuatan cukup besar untuk bisa menjalankannya.

"Kekuatan besar itu sudah ada sebenarnya, sudah mulai kita ke arah sana. Tentu artinya teman NGO tetap harus bersuara, karena perubahan itu tidak bisa terjadi salam waktu semalam," ujar Rizaldi.

Namun, menurut dia, dengan mengembangkan sistem insentif dan disinsentif untuk evaluasi ketaatan maka semua pihak akan mulai berpikir untuk tidak taat. "Kalau tidak taat yang sudah kenakan saja denda, artinya kenakan saja disinsentif".

Keberanian pemerintah untuk menerapkan insentif dan disinsentif sebagai denda kepada perusahaan yang tidak taat harus ada, ujar dia.

Namun demikian, menurut dia, memang suatu aturan yang dikeluarkan belum tentu bisa dicerna dengan baik, dan seandainya bisa dicerna dengan baik pun belum tentu diterapkan oleh perusahaan.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015