Jakarta (ANTARA News) - Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) mengumumkan hasil kajian Laporan Monitoring Global 2015/2016 menyebutkan bahwa kaum migran berskala besar yang ditemukan di berbagai tempat di dunia bakal mempengaruhi perekonomian global.

"Dengan perangkat kebijakan yang tepat, era perubahan demografi ini dapat menjadi mesin pertumbuhan ekonomi," kata Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut Jim Yong Kim, negara-negara dengan tingkat populasi yang menua ("aging population") diharapkan dapat menciptakan cara bagi para pengungsi dan migran untuk berpartisipasi dalam ekonomi mereka.

Hal tersebut, lanjutnya, dinilai bakal bermanfaat bagi semua pihak karena berbagai bukti menyebutkan kaum migran bakal bekerja keras dan berkontribusi lebih banyak kepada pajak daripada beban biaya yang mereka dapatkan dari layanan sosial.

Laporan Bank Dunia-IMF menyatakan bahwa migrasi dari negara miskin ke negara dunia bakal menjadi hal permanen dalam beberapa dekade mendatang.

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa dunia sedang mengalami perubahan populasi besar-besaran yang akan membentuk pembangunan ekonomi yang bisa dimanfaatkan dengan baik dan benar sebenarnya dapat digunakan sebagai upaya mengakhiri kemiskinan ekstrim dan menyebarkan kesejahteraan bersama.

Sebagaimana diketahui, lebih dari 90 persen kemiskinan global terkonsentrasi di negara-negara berpenghasilan rendah dengan populasi yang didominasi kaum muda dan kelompok usia produktifnya berkembang dengan pesat.

Sedangkan pada saat yang bersamaan, lebih dari tiga per empat pertumbuhan ekonomi global dihasilkan di negara-negara berpenghasilan tinggi dengan tingkat kesuburan yang rendah, serta melonjaknya angka manula.

"Pengembangan demografis yang dianalisis dalam laporan itu akan menunjukkan tantangan mendasar bagi pembuat kebijakan di seluruh dunia pada tahun-tahun mendatang," kata Direktur Pengelola IMF Christine Lagarde.

Christine Lagarde menyatakan, penanganan isu arus migrasi bakal menjadi pusat debat kebijakan nasional dan dialog internasional mengenai bagaimana sebaiknya bentuk kerja sama dalam mengatasi tantangan tersebut.

Sementara di Indonesia, Kepala Perwakilan Badan Pengungsi PBB (UNHCR) Indonesia Thomas Vargas mengatakan pihaknya terus berupaya menyatukan kembali anak-anak pengungsi kepada orangtuanya.

"Indonesia saat ini menampung lebih dari 3.600 pengungsi dan pencari suaka anak-anak. Banyak di antara mereka terpisah dari orang tuanya dan mengalami trauma atas pengalamannya," ujar Thomas Vargas saat ditemui di Jakarta, Rabu (7/10).

Karena itu, lanjutnya, mereka membutuhkan bantuan medis dan perawatan khusus lainnya.

"Penyatuan kembali anak-anak kepada orangtuanya juga dilakukan kepada etnis Rohingya yang berada di Aceh," ujar dia.

Hal tersebut dilakukan karena banyak dari keluarga pengungsi yang terpisah berada di Malaysia.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015