Jakarta (ANTARA News) - Tindak kekerasan yang dialami Salim Kancil (52) dan Tosan (51) dalam perjuangan menolak penambangan pasir liar di Lumajang menarik banyak simpati netizen. Tak hanya menuntut pihak berwajib untuk mengusut tuntas kasus tersebut, masyarakat juga menunjukkan kepeduliannya dengan menggalang dana untuk keluarga korban.

Salah satunya adalah donasi yang dikumpulkan untuk beasiswa bagi anak-anak Salim Kancil dan Tosan melalui situs kitabisa.com.

Almarhum Salim Kancil meninggalkan tiga orang anak, satu diantaranya masih duduk di bangku SMP. Sementara Tosan yang kini masih dalam perawatan intensif memiliki tiga orang anak, dua diantaranya masih sekolah. Masing-masing duduk di kelas 3 SMA dan kelas 5 SD.

"Hingga saat ini telah terkumpul dana beasiswa Rp31.732.754, melebihi target penggalangan dana yang hanya Rp20 juta, kata Vikra Ijas cofounder online fundraising platform kitabisa.com dari di Jakarta, Kamis.

Pengumpulan dana sudah dimulai sejak tiga hari lalu dan akan masih dibuka hingga tiga hari ke depan.

"Antusiasme netizen sangat tinggi hingga pengumpulan dana sudah melebihi 159 persen dari target," tambah Vikra.

Pengumpulan dana tersebut muncul atas inisiatif sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Walhi. Dukungan terhadap keluarga juga dirasa penting, selain proses pengawalan proses hukum yang kini masih berlangsung.

"Seluruh dana yang terkumpul akan dikawal oleh Walhi untuk diberikan kepada kedua keluarga sang pejuang lingkungan ini. Dana nantinya akan digunakan sepenuhnya untuk membiayai pendidikan anak-anak Almarhum Salim Kancil dan Tosan. Harapannya, anak-anak ini akan terus melanjutkan pendidikannya di masa mendatang. Anak Salim Kancil misalnya, bocah laki-laki ini memiliki cita-cita sebaga polisi," kata Vikra.

Pada laman donasi, Walhi menulis: "Kami berharap kawan-kawan Netizen berkenan untuk patungan memberikan beasiswa bagi anak-anak korban. Semoga ini bisa sedikit mengobati rasa duka yang bertubi-tubi dialami keluarga belakangan ini."
Salim Kancil dan Tosan selama ini menjadi tulang punggung bagi keluarganya. Keduanya adalah keluarga petani tak bertanah, yang selama ini memanfaatkan lahan pasir pantai untuk bertani sawah.
Sejak pasir besi dibongkar hingga lebih 200 truk perhari, dua keluarga ini akhirnya tak bisa menanam lagi. Sawah-sawah terisi air asin dan tergenang. Kini, setelah kepergian Salim, keluarga harus menopang kebutuhan tanpa sang kepala keluarga. Kondisi Tosan juga masih kritis di rumah sakit.

Peristiwa penganiayaan terhadap Salim Kancil terjadi pada Sabtu, 26 September 2015 lalu, Tosan dijemput oleh beberapa orang pro-penambangan pasir. Tosan ditinggalkan tergeletak tidak berdaya di tanah lapang dalam kondisi penuh luka dan segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat perawatan.

Salim Kancil dan Tosan tergabung dalam Forum Petani Anti Tambang Desa Selo Awar-Awar yang menolak aktivitas penambangan di Pantai Watu Pecak, karena mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di daerah mereka. Peristiwa penganiayaan diduga dilakukan oleh kelompok pro-penambangan pasir itu. Kini, tindakan penganiayaan dan pembunuhan itu masih dalam proses hukum.

Publik yang ingin turut berpartisipasi untuk memberikan beasiswa bagi anak-anak Salim Kancil dan Tosan dapat menyalurkannya melalui online fundraising platform kitabisa.com/tragedilumajang.


Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015