Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional yang diajukan DPR harus dipelajari terlebih dahulu dan mempertimbangkan waktu yang matang.

"Harus dipelajari dengan sungguh-sungguh, jangan nanti pengampunan itu tidak sesuai dengan harapan, coba dipelajari terlebih dahulu dan juga waktunya harus tepat," kata Irman setelah menghadiri ASEAN Marketing Summit 2015 di Jakarta, Jumat.

Sembari menyatakan tidak menolak RUU itu, Irman menilai pengampunan akan baik jika penegakan hukum di Indonesia betul-betul kuat.

RUU Pengampunan Nasional diajukan 33 anggota DPR dari fraksi Partai Golkar, PDI-Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa untuk menjadi RUU prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015 meski belum pernah dibicarakan dalam pembahasan Prolegnas 2-15 dan Prolegnas 2015-2019.

Menurut RUU ini, Pengampunan Nasional adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, dan sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan.

Setiap orang Pribadi atau Badan berhak mengajukan permohonan Pengampunan Nasional dengan menyampaikan Surat Permohonan Pengampunan Nasional. Terdapat sejumlah pengelompokkan tarif uang terbusan berdasarkan periode Surat Permohonan Pengampunan Nasional yaitu sebesar 3 persen, 5 persen dan 8 persen berdsarkan harta yang dilaporkan.

Dalam RUU ini juga diatur pembentukan Satuan Tugas Pengampunan Nasional untuk melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran Surat Permohonan Pengampunan Nasional beserta lampirannya (pasal 8).

Dalam penjelasan umum RUU ini disebutkan banyak pelaku kejahatan yang cenderung membawa lari hasil tindak pidana ke luar negeri sebagai bentuk pencucian uang atau menjadi bagian dari kegiatan ekonomi bawah tanah di dalam negeri. Banyaknya dana atau harta yang diduga disimpan di dalam dan luar negeri dengan berbagai alasan antara lain karena harta atau penghasilan tersebut berasal dari hasil tindak pidana dan untuk menghindari pembayaran kewajiban perpajakan.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015