Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung HM Prasetyo meminta pada publik tidak melihat draft revisi rancangan undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melemahkan lembaga tersebut.

"Jangan ada anggapan kita lemahkan KPK, untuk apa dilemahkan? Nyatanya korupsi terjadi dimana-mana kok. Ini tanggung jawab kita bersama kok," katanya yang juga mantan politisi Partai Nasdem di Jakarta, Jumat.

Dikatakan, pihaknya menyerahkan semuanya kepada pihak terkait termasuk pembahasannya. "Yang pasti kita berharap semua akan menjadi lebih baik," katanya.

Ia menambahkan jika RUU itu jadi UU, pihaknya siap menjalankannya mengingat jaksa tidak bisa menyelesaikan kasus korupsi sendirian.

"Begitupun polisi dan KPK, ketiganya harus diperkuat. Kepolisian diperkuat supaya tindak pidana korupsi bisa diberantas dan bangsa ini bisa lepas dari cengkeraman pihak-pihak yang merampok uang rakyat," katanya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menilai bahwa revisi Undang-undang No 30 tahun 2004 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masih sebatas wacana sehingga dirinya tidak ingin berkomentar lebih jauh mengenai hal tersebut.

"Ini masih tahap wacana di DPR, lah, jadi gak enak meneruskan komentar. Belum tahulah, nanti kalau sudah sampai sana kita lihat, kami mau berkomentar, bukan takut apa-apa, takut heboh sendiri, belum apa-apa sudah heboh sendiri," kata Yasonna seusai perayaan hari ulang tahun Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) di Jakarta, Jumat.

Revisi UU KPK berisi 73 pasal yang diajukan oleh 35 anggota DPR dari 6 fraksi DPR yaitu fraksi PDI-Perjuangan, Partai Nasdem, Partai Golkar, PPP, Partai Hanura dan PKB ke Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Selasa (6/10).

"Ini kan masih tahap wacana, kita lihat saja, pemerintah sudah jelas sikapnya, kita menunggu seperti apa revisi untuk melemahkan KPK, tentu gak mungkin kita lakukan. Tapi kalau dalam rangka penguatan, penyempurnaan, ya kita lihat dulu modelnya seperti apa," tambah Yasonna.

Menurut Yasonna, pemerintah melalui Kemenkumham juga berhak mengajukan Daftar Inventaris Masalah (DIM) dalam perubahan UU KPK ini.

"Kami juga berhak menyampaikan DIM, kalau usul DPR ya kita buat DIM-nya. DIM dibuat itu kalau diajukan ke presiden, baru kemudian baru presiden menunjuk siapa yang ditugaskan," ungkap Yasonna.

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015