Jakarta (ANTARA News) - Pengamat properti Ali Tranghanda mengemukakan kondisi properti Indonesia masih aman dan jauh dari gelembung meski saat ini disergap perlambatan penjualan yang merupakan dampak dari kelesuan aktivitas perekonomian nasional.

"Kondisi (properti) ini masih jauh dari bubbling (gelembung) karena dengan sebagian besar pasar properti diserap oleh pasar lokal, maka pasar akan jenuh dengan sendirinya dan itu terjadi pada tahun 2013 yang terus menurun sampai tahun 2015," kata Ali Tranghanda dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

Dengan demikian, ujar dia, tanpa ada pelemahan ekonomi sekalipun, pasar properti dengan sendirinya memasuki tahap jenuh karena harga sudah terlalu tinggi melewati batas psikologis investor properti dan jumlah pasar pun semakin menyusut.

Ali yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch menyatakan, aturan pengetatan LTV dan pelemahan ekonomi merupakan faktor yang diperkirakan akan memperburuk dan menunda lebih lama properti untuk naik lagi.

"Kondisi pasar properti dengan pasar lokal relatif tidak berdampak langsung dengan kondisi krisis global. Karenanya penurunan iklim investasi regional tidak secara langsung memengaruhi pasar properti Indonesia yang berbeda dengan negara-negara yang dibuka kepemilikan asing sehingga pasar sangat tergantung dari pelemahan daya beli global," katanya.

Ia memaparkan, melihat indikator ekonomi yang ada, tentunya tidak dapat disamakan dengan kondisi pasar properti ketika terjadinya krisis 1998.

Kondisi saat ini, lanjutnya, khususnya saat properti booming di periode 2013, memperlihatkan bahwa kredit properti memberikan gambaran pergerakan pasar yang normal. Artinya siklus perlambatan yang terjadi saat ini lebih merupakan siklus properti alamiah.

Selain itu, menurut dia, melihat pergerakan nilai tukar rupiah yang terus menguat disertai dengan pembangunan infrastruktur yang segera akan menggerakan sektor riil yang akan meningkatkan daya beli, maka sektor properti akan siap lepas landas kembali.

Sebelumnya, konsultan properti internasional Jones Lang LaSalle (JLL) mengemukakan kondisi kelesuan yang dihadapi sektor properti saat ini seperti kondisi yang terjadi pada tahun 2009.

"Saat ini adalah masa yang pernah dialami pada 2009, di mana ada dampak krisis ekonomi global," kata Head of Advisory JLL Vivin Harsanto dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (7/10).

Menurut Vivin, saat ini pengembang umumnya berperilaku "survival mode" atau kecenderungan untuk bertahan dalam rangka melewati kelesuan properti sekarang.Untuk itu, ujar dia, selayaknya pengembang menyusun strategi baru dan mengkaji ulang rencana pengembangan mereka.

Vivin juga mengemukakan bahwa untuk pelaku properti, saat ini bila memiliki dana yang besar maka merupakan waktu yang tepat untuk membeli.

Hal tersebut, lanjutnya, karena pergerakan harga sektor properti saat ini masih melesu sehingga dengan membeli sekarang diharapkan dapat meraih keuntungan saat pergerakan normal.

Apalagi, ia meyakini bahwa Indonesia masih memiliki banyak faktor untuk kembali mendorong dan menggairahkan perekonomiannya. "Indonesia tahan banting, ketika 2011 kita bisa mengalami boom period setelah krisis terjadi pada 2009," katanya.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015