Jakarta (ANTARA News) - Sebagian besar anak-anak nelayan di kawasan Muara Angke, Jakarta Utara, tidak merasakan pendidikan tinggi karena beban ekonomi dan waktunya lebih banyak dihabiskan membantu orang tua.

"Saya sendiri sering ikut orang tua ke laut mencari ikan. Biasanya saya disuruh mengumpulkan hasil tangkapan atau membuang air laut yang masuk ke perahu agar tidak tenggelam sewaktu orang tua menjaring ikan," ujar seorang anak nelayan Muara Angke, Elita Tirta Triningrum, di Jakarta, Senin.

Elita Tirta terpaksa melaut membantu orang tuanya tak lepas dari beratnya himpitan ekonomi keluarga. Meski ibunya telah turut membantu meringankan beban ekonomi rumah tangga dengan menjadi buruh jahit, tetap saja belum cukup untuk meningkatkan taraf hidupnya hingga disebut layak.

"Selain ikut melaut, saya juga membantu ekonomi keluarga dengan berjualan otak-otak di sekitar TPI Muara Angke," tambah dia.

Kendati hidup serba kekurangan bukan berarti Elita menjadi malas belajar atau apatis terhadap lingkungan di sekitar tempat tinggalnya. Di sela-sela waktu membantu orang tuanya mencari nafkah serta mengikuti pendidikan formal di salah satu SMK Remaja di kawasan Pluit dia mengaku masih menyempatkan di mengajar anak-anak nelayan lainnya di PAUD, Paket A, B, C, TPA, serta tari bagi para balita putra-putri nelayan.


Beban berat sirna

Saat menghadapi anak-anak nelayan lainnya yang membutuhkan bimbingan Elita justru merasa beratnya beban hidup dalam membantu orang tua seolah sirna.

Oleh karena itu, aktivitas membantu anak-anak nelayan lainnya senantiasa dijalankan dengan ceria.

"Kalau kita menjalaninya dengan ikhlas semua menjadi terasa ringan," jelas dia.

Elita mengakui sebagian besar anak nelayan di Muara Angke tidak mengecap pendidikan tinggi.

Elita pernah dikirim sebagai Duta Anak DKI, peserta Kongres Anak Indonesia di Banten, serta Forum Anak Nasional.

Akan tetapi penghargaan yang dirasakan paling besar adalah ketika dia bersama anak nelayan lainnya, Edi Sukmanto, mendapatkan tawaran beasiswa penuh oleh PT Muara Wisesa Samudera (MWS) anak usaha PT Agung Podomoro pengembang kawasan Pluit City untuk menempuh pendidikan tinggi di Podomoro University (PU).

Sebelumnya tidak pernah terpikir olehnya bisa menempuh pendidikan di perguruan elit yang untuk uang kuliahnya saja mencapai ratusan juta rupiah.

Apalagi setelah selesai nanti pihak Agung Podomoro juga berjanji akan memberikan kesempatan Elita dan Edi Sukmanto berkarier pada salah satu pengembang terbesar di Indonesia ini.

"Dikasih kesempatan kuliah gratis saja saya sudah sangat bersyukur. Apalagi jika ditambah dengan memprioritaskan saya menjadi karyawati tentu saya akan sangat bahagia. Karena itu bisa menjadi kebanggan keluarga," cetus dia.

Sementara itu Humas Pluit City, Pramono, mengatakan pemberian beasiswa perguruan tinggi yang diterima Elita dan Edi Sukmanto merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaannya.

"Sebelumnya, kami juga melakukan berbagai bentuk kegiatan sosial sebagai tanggung jawab sosial kami," jelas Pramono.

Dia mengaku masyarakat Muara Angke sendiri mendukung keberadaan Pluit City. Sebab dampak ekonomi yang dirasakan seperti pembukaan lapangan kerja serta peluang usaha bagi masyarakat setempat cukup besar.

Selama ini Pluit City melalui Pluit City Peduli dibawah naungan Yayasan Agung Podomoro Land (YAPL) cukup aktif dalam berbagai kegiatan masyarakat sekitar sebagai bagian dari kepedulian sosial seperti rumah pintar, santunan anak yatim, bantuan pembangunan masjid, penanaman hutan mangrove, dan sebagainya.

Bahkan pihaknya juga telah membangun Rusunawa di Daan Mogot dan Muara Baru untuk masyarakat menengah bawah. Semua itu dilakukan sebagai komitmen Pluit City dalam rangka membangun kesadaran bersama meringankan beban masyarakat yang kurang mampu.

Pewarta: Indriani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015