Solo (ANTARA News) - Peneliti Paradigma Riset Institut HR Prasetyo Sunaryo menilai selama ini peringatan dini yang dikeluarkan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terkait kebakaran  hutan dan lahan kurang diperhatikan.

"Ada baiknya pemerintah lebih memanfaatkan data yang dimiliki lembaga seperti BMKG atau LAPAN untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan. Kedua lembaga dipastikan secara rutin mengeluarkan peringatan dini," kata Prasetyo dalam keterangan tertulis yang diterima di Solo, Senin.

Dari pantauan di situs BMKG, untuk data 9 Oktober lalu, misalnya, titik panas baru banyak terdeteksi di kawasan timur Indonesia. Di Sumatera Selatan ada dua titik panas baru yang terdeteksi di Ulumusi, Empat Lawang, Sumsel.

Presetyo mengatakan, dari data citra satelit LAPAN yang bisa diakses publik, umpamanya, menunjukkan banyaknya titik api di Sumatera sejak Juli lalu.

Sementara data BMKG malah secara harian bisa menunjukkan titik panas dan lokasi terbaru berdasarkan titik kordinat dan wilayah administrasi hingga tingkat kecamatan.

"Khawatirnya, aparat terkait menganggapnya peringatan itu hanya kebakaran biasa. Jadi, dibiarkan saja," kata Prasetyo.

Antisipasi lebih dini sangat dibutuhkan karena di sejumlah tempat, kasus-kasus pembakaran hutan sangat kompleks pelakunya. Bisa dari unsur perusahan, tapi jangan tutup mata juga bahwa sebagian warga juga melakukan hal yang sama.

Dari berbagai kasus yang sudah terungkap di media massa, motif pembakaran lahan amat beragam antara lain, ada yang hanya membersihkan areal kebun tapi merembet ke lahan lain seperti kasus kebakaran di Taman Nasional Lore Lindu, Palu. Ada pula karena kesengajaan karena mau menanam lada seperti terjadi Bangka Belitung.

Dia mengatakan, warga memang membakar lahan dalam skala kecil, tapi jika didiamkan akan meluas. Karena itu seharusnya zero burning itu berlaku untuk semua pihak.

Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015