Anda (Indonesia) impor tepung terigu dari Turki dan anda menjual mie (yang bahan dasarnya tepung dari Turki) dengan harga yang lebih baik. Kami mengekspor terigu ke negara-negara yang tidak menanam gandum seperti Indonesia, sehingga kami tahu bahwa m
Menganggap rekan bisnis mereka di Indonesia adalah saudara, para pengekspor Istanbul yang tergabung dalam Perhimpunan Pengekspor Istanbul (IEA) memohon kepada pemerintah Indonesia agar mereka diperlakukan sama dengan para pengusaha dari negara lain.

Mereka mengharapkan pemerintah Indonesia memperlakukan pengekspor Turki khususnya Istanbul sama seperti yang diperlakukan kepada pengusaha dari Eropa seperti Inggris dalam proses pemberian izin masuk produk-produk ekspor Istanbul ke Indonesia.

Mereka telah melakukan banyak upaya namun selalu gagal karena adanya persoalan jarak, birokrasi dan lamanya proses perizinan di Indonesia yang bisa mencapai delapan bulan.

Sementara hal tersebut dapat dilakukan hanya dalam waktu dua bulan di negara-negara Afrika dan Eropa, kata ketua IEA Zekeriya Mete saat menyampaikan keluhan para anggota perhimpunan tersebut soal sulitnya memperoleh izin berinvestasi dari pemerintah Indonesia baru-baru ini.

Zekeriya Mete menyampaikan keluhan tersebut kepada wartawan Indonesia yang sedang berkunjung ke Istanbul, Turki, untuk memenuhi undangan IEA pada 17-23 Oktober 2015.

Karena kurangnya informasi yang tepat, dia juga berharap wartawan melalui peran media membantu pemerintah kedua negara untuk berdialog tentang upaya penyelesaian soal perizinan tersebut.

Zekeriya menjelaskan sekitar 2000 anggota IEA mengekspor produk mereka hampir ke seluruh dunia dengan nilai 2,5 miliar dolar AS, namun produk yang masuk ke Indonesia sangat kecil.

"Kami berharap pengekspor anggota IEA termasuk perusahaan permen dan coklat dapat masuk ke Indonesia dengan mudah. Selain itu produsen terigu Istanbul dapat meningkatkan ekspornya ke Indonesia," kata Zekeriya.

Dia juga mengungkapkan adanya tuduhan bahwa pengekspor terigu Turki melakukan politik dumping dan monopoli oleh perusahaan-perusahaan lokal yang juga menjadi kendala masuknya produk Turki ke Indonesia.

Perusahaan IEA sudah berbisnis ke banyak negara dan berharap mereka akan melakukan hal yang sama di Indonesia namun untuk masuk ke sana (Indonesia) susah sekali, kata Zekeriya yang mengaku belum ada komunikasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia mengenai persoalan investasi.

Pada kesempatan itu, ketua IEA tersebut juga meyakinkan pemerintah Indonesia bahwa produk-produk perusahaan anggota IEA adalah halal karena mereka mengerti bahwa sebagian besar konsumen mereka adalah muslim seperti juga yang ada di Indonesia.

Zekeriya menjelaskan bila pemerintah Indonesia memberi kemudahan untuk izin berusaha, menerima sertifikat halal yang dikeluarkan di Turki serta sertifikat impor bagi rekan pengimpornya di Indonesia, banyak pengusaha Istanbul yang akan berinvestasi di Indonesia.

Dia memberi contoh perusahaan permen dan cokelat Kervan yang mengerti besarnya pasar Indonesia akan mengekspor produknya ke Indonesia dan membangun kantor di negara yang berpenduduk lebih dari 250 juta jiwa tersebut namun terkendala oleh sulitnya prosedur pengurusan dokumen.

Perusahaan lain yang juga sangat berminat berinvestasi di Indonesia adalah Elvan Group di bawah kepemimpinan ketuanya Hidayet Kadiroglu yang mengungkapkan persoalan yang sama ketika perusahaan tersebut ingin masuk pasar Indonesia.

Hidayet Kadiroglu memberi contoh, setelah perusahaan Istanbul berinvestasi di Mesir selama 10 tahun, mereka membangun kantor-kantor dan pabrik-pabrik di sana karena pemerintah negara tersebut memberi kemudahan soal perizinan.

Hidayet mengaku sudah 10 kali ke Indonesia termasuk Bali, Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa sehingga dia tidak merasa asing di Indonesia dan dia yakin ketika pengusaha Istanbul berinvestasi di Indonesia mereka tidak saja membuat pabrik tapi juga akan tinggal di negara tersebut.

"Karena kita bersaudara dan sesama muslim, bila perlu saya akan tinggal di Indonesia untuk membangun kantor dan pabrik di sana," kata Hidayet yang perusahaannya juga anggota IEA.

Dumping
Masalah lama yang masih mengganjal urusan ekspor-impor antara Turki dan Indonesia adalah persoalan tuduhan dari pihak Indonesia akan politik dumping yang dilakukan oleh perusahaan terigu Turki di Indonesia.

Pengusaha tepung terigu yang tergabung dalam Serikat Pengekspor Laut Hitam (Blacksea Exporters Unions) meminta agar Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI) menghentikan proses investigasi terhadap perusahaan tepung terigu dari Turki karena akibat perlakuan tersebut ekspor mereka ke Indonesia menurun drastis.

Data dari serikat tersebut menunjukan pada tahun 2010 hingga 2011, ekspor tepung terigu Turki ke Indonesia rata-rata sebesar 30.000 ton per bulan dan saat ini hanya sekitar 5.000 ton per bulan.

Ketua serikat tersebut, Yasar Serpi, menjelaskan tepung terigu diekspor ke Indonesia dengan harga murah sehingga berdampak positif pada produksi mie yang terbuat dari terigu yang diimpor dari Turki dan pada akhirnya meningkatkan ekspor mie Indonesia.

"Anda (Indonesia) impor tepung terigu dari Turki dan anda menjual mie (yang bahan dasarnya tepung dari Turki) dengan harga yang lebih baik. Kami mengekspor terigu ke negara-negara yang tidak menanam gandum seperti Indonesia, sehingga kami tahu bahwa mereka sangat membutuhkannya," kata Yasar.

Karenanya pengekspor Turki menolak tuduhan bahwa mereka melakukan politik dumping dan menanti keputusan dari pemerintah Indonesia untuk mengatasi persoalan terserbut.

Mereka berencana bertemu dengan KADI untuk meminta klarifikasi soal investigasi dumping terhadap pengekspor terigu Turki dengan harapan masalah investigasi tersebut selesai pada bulan November 2015.

Oleh Bambang Purwanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015