Jakarta (ANTARA News) - Konsumsi merokok menyebabkan Provinsi NTT semakin miskin, demikian menurut akademisi ME Perseveranda dari Universitas Kristen Widya Mandira, Kupang, dalam diskusi Masyarakat Sipil Mendesak Pemerintah Menaikkan Cukai Rokok Dengan Signifikan di Jakarta, Senin.

"NTT paling besar tingkat konsumsi rokok yakni sekitar 55,7 persen jauh di atas konsumsi Nasional, 29,3 persen. Padahal NTT adalah provinsi paling miskin di Indonesia," kata Preseveranda.

Preseveranda mengatakan jumlah penduduk miskin di NTT terus meningkat sekitar 0,66 persen pada 2014. Jumlah penduduk miskin tercatat 20,03 persen dari jumlah populasi yang ada, membuat NTT provinsi termiskin ketiga di Indonesia.

Jumlah perokok di NTT, kata Preseveranda, merupakan gabungan dari rokok hisap dan rokok kunyah yang merupkan tradisi daerah setetmpat.

"Konsumsi rokok berdasarkan pengeluaran rumah tangga perokok termiskin di Indonesia pada 2013 menduduki urutan kedua setelah makanan pokok padi-padian, kalau di NTT menjadi urutan ketiga setelah padi-padian dan sayur," katanya.

Pada 2013, kata Perseveranda, jumlah pengeluaran kelompok makanan sebesar Rp247.517 sebulan sedangkan garis kemiskinan di NTT Rp235.805 per kapita perbulan. "Selisihnya Rp11.712, artinya masyarakat miskin tidak akan sanggup beli beberapa bahan kebutuhan dari 15 bahan pokok," katanya.

Oleh sebab itu Perseveranda meminta perlindungan dari pemerintah agar masyarakat khususnya generasi muda terselamatkan dari asap rokok.

"Kami sangat mendesak perintah meningkatkan cukai rokok supaya harga rokok tidak terjangkau sambil terus menerapkan instrumen pengendalian rokok lainnya seperti peringatan bergambar, pelarangan iklan rokok dan sponsorship serta kawasan tanpa rokok," kata dia.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015