Kita semua tentu tidak ingin dicatat sejarah bahwa pada masa kita hidup telah terjadi konflik akibat gagal merawat keberagaman dan persaudaraan
Aceh Singkil (ANTARA News) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dalam kunjungannya ke Aceh Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam, Senin (26/10) bertemu sejumlah  tokoh dari majelis-majelis agama untuk mendialogkan persoalan kerukunan antar umat beragama di daerah tersebut.

Menang yang didampingi Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Bupati Aceh Singkil Syafriadi, mengingatkan para pemuka agama bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk. Namun kemajemukan itu telah dirangkai dalam Bhinneka Tunggal Ika. Walaupun beragam, tapi hakikatnya satu juga. Setajam apa pun perbedaan, masyarakat Indonesia diikat dengan persaudaraan.

Sejak dulu, kata Menag, kultur masyarakat Indonesia, baik Aceh, Batak, Melayu, Jawa, Sunda, Bugis, Papua, Maluku, dan lainnya selalu ingin menghindari konflik. “Kita adalah bangsa yang senantiasa berupaya menjaga dan memelihara harmoni,” tegas Menag dalam siaran pers Humas Kemenag, Selasa.

Karena itu, Menag menyayangkan terjadinya pembakaran gereja di Aceh Singkil, Selasa (13/10) oleh kelompok orang yang tak puas dengan kesepakatan pemerintah dan masyarakat terkait penertiban bangunan gereja tak berizin.

Menag berharap semua pihak dapat mengambil hikmah dari kejadian itu dan dapat mencari solusi bersama. Pemerintah pusat, kata Menag, tentu akan mendukung upaya tersebut dengan mengedepankan dialog. Sebab, dialog dapat menjadi sarana untuk saling mengungkapkan keinginan dan jalan mencapai kesepakatan demi kepentingan bersama.

Menag mengingatkan semua pihak agar menghindari konflik. Sebab, konflik bukan saja berpotensi memecah belah bangsa Indonesia, daya rusaknya akan terasa hingga generasi mendatang.

"Kita semua tentu tidak ingin dicatat sejarah bahwa pada masa kita hidup telah terjadi konflik akibat gagal merawat keberagaman dan persaudaraan," katanya.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2015