Jakarta (ANTARA News) - Tim riset dari bank asal Singapura, DBS, mengingatkan Indonesia untuk memperbaiki konsumsi domestik, dan juga mengakselerasi investasi riil sebagai penggerak utama, agar perlambatan pertumbuhan ekonomi tidak berlanjut (downward spiral).

Ekonom Grup Riset DBS, Gundy Cahyadi, di Jakarta, Selasa, memprediksi tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia pada 2016 masih cukup deras, meskipun dari domestik, telah banyak perbaikan terhadap struktural perekonomian.

Gundy melihat, tren penguatan dolar AS di tengah variasi kebijakan moneter dari sejumlah negara ekonomi maju, akan menjadi ujian utama bagi nilai tukar rupiah. Begitu juga "perang kekuatan" daya tarik investasi yang akan menjadi tantangan Indonesia.

Dengan masih derasnya tekanan eksternal pada 2016, Gundy mengatakan, pemerintah harus menunjukkan upaya serius untuk menjaga konsumsi, yang masih menjadi sumber pertumbuhan.

"Penting bagi pemerintah untuk mencegah downward spiral. Jangan sampai prospek pertumbuhan konsumsi itu terus menurun. Karena jika ini menurn, investor di pasar obligasi dan pasar modal akan keluar," ujarnya.

Seperti diketahui, laju konsumsi domestik di Indonesia sempat menurun pada kuartal pertama dan kedua. Pada akhir kuartal II, pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga turun menjadi 4,9 persen dari tren di atas 5 persen.

Tingkat konsumsi domestik juga dipengaruhi aliran investasi riil. Gundy melihat upaya lebih serius perlu dilakukan pemerintah untuk dapat menopang pertumbuhan investasi riil.

Sedangkan masuknya investasi ke domestik juga sangat dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah. Depresiasi rupiah yang terus terjadi sepanjang 2015, kata Gundy, telah menurunkan produksi karena komponen produksi masih didominasi barang impor.

Hal itu, kata Gundy, juga terlihat dari portofilio kredit investasi baru yang hanya tumbuh 10 persen, padahal secara lazim, pertumbuhannya mencapai 30 persen.

Oleh karena itu, menurut Gundy, pemerintah dan Bank Indonesia perlu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah untuk melindungi sektor riil.

Pemerintah juga, kata Gundy, harus menepati janjinya untuk memperepat realisasi anggaran. Selain itu, pemerintah juga harus mempercepat pengembangan industri manufaktur untuk mendongkrak kinerja ekspor.

Grup Riset DBS memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh 4,8 persen pada 2015. Pada 2016, DBS memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 5,0-5,2 persen dan 5,3-5,5 persen di 2017.

Sementara, untuk kurs rupiah, perkiraan sementara DBS adalah Rp14.470 per dolar AS hingga akhir tahun. Namun, tim riset DBS akan memaparkan perkiraan terbaru dalam waktu dekat, karena akan terjadi beberapa penyesuaian.

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015