Jakarta (ANTARA News) - Permintaan “penundaan” atas belanja K/L tahun 2016 yang dilakukan oleh pemerintah, dan disampaikan melalui Badan Anggaran DPR RI (Banggar) yang kemudian dijelaskan oleh Banggar dalam surat nomor: AG/16132/DPR RI/X/2015 tertanggal 22 Oktober 2015 kepada komisi. Setelah sebelumnya komisi meminta penjelasan terkait nomeklatur “penundaan” oleh Banggar, diindikasikan dapat menimbulkan masalah. 


"Pasalnya, berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi atas praktik pemblokiran atau pembuatan tanda bintang terhadap mata anggaran K/L dapat menimbulkan ketidakpastian hukum," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Heri Gunawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.




Secara tegas, MK menyebutkan bahwa “praktik pemblokiran atau pemberian tanda bintang terhadap mata anggaran Kementerian atau Lembaga (K/L) menimbulkan ketidakpastian hukum.” Selanjutnya, menurut Mahkamah, “praktik penundaan pencairan (pemberian tanda bintang) mata anggaran oleh DPR yang sudah masuk pelaksanaan APBN, bukan termasuk fungsi pengawasan DPR.




“Muncul pertanyaan, lalu bagaimana dengan pembahasan belanja K/L yang diajukan oleh pemerintah, lalu dibahas di komisi terkait, untuk selanjutnya disinkronisasi oleh Banggar, hasil sinkronisasi selanjutnya dikembalikan lagi ke komisi, jika pada akhirnya pemerintah sendiri yang minta untuk ditunda?” kata Heri.




Karenanya, atas dasar pertimbangan itu, perlu kejelasan dan ketegasan kewenangan DPR dalam penyusunan dan penetapan APBN dengan cara menyetujui atau tidak menyetujui mata anggaran tertentu tanpa melakukan penundaan pencairan, bukan sebatas “stempel”. 




“Sebab, jika ada persyaratan penundaan pencairan APBN sangat berpotensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Lalu, siapa yang diuntungkan. Apakah rakyat diuntungkan?‎” demikian Heri Gunawan.






Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015