Jakarta (ANTARA News) - Ada banyak elemen yang harus diperhatikan untuk mengetahui apakah seseorang berbohong, Pakar Deteksi Kebohongan Handoko Gani mengungkapkan lima indikator yang penting untuk dianalisa. 

Pertama, analisa ekspresi wajah. 

"Ini dianggap paling valid," kata Handoko di Jakarta, Rabu. 

Menurut Handoko, riset membuktikan bahwa emosi yang dirasakan seseorang menjelma dalam ekspresi wajah. Indikator ini dapat diamati juga melalui foto. 

Ekspresi mikro juga tak luput dari pengamatan. Menurut Handoko, ekspresi mikro adalah ekspresi yang hanya digerakkan 1-2 otot wajah dan tetlihat selama 1/25 detik. 

Ekspresi tersebut dapat dilihat melalui rekaman yang diperlambat. Seseorang dapat berbohong dengan memasang mimik muka yang tidak sesuai isi hatinya. Namun, dia tak bisa menyembunyikan ekspresi mikro karena itu tak bisa dikendalikan dan dikontrol karena terhubung langsung ke otak. 

Kedua adalah gestur. Tingkat validitas gestur ada di bawah ekspresi wajah, yakni nomor dua. Sebab, gestur tidak bersifat universal. Bahasa tubuh seseorang tergantung oleh asal suku bangsa, faktor geografis tempat dia dibesarkan hingga profesi. 

Contohnya adalah gestur mengacungkan jempol ke bawah. Di Indonesia, gestur ini dianggap negatif karena bermaksud merendahkan. Namun, gestur yang sama di AS bisa dilakukan saat ingin menyetop taksi. 

Ada beberapa contoh gestur yang dianggap sebagai ciri-ciri orang berbohong, misalnya  mata yang tidak menatap lawan bicara, tangan yang menggaruk-garuk maupun suara yang gugup. Handoko mengatakan ciri-ciri seperti itu belum tentu menandakan seseorang sedang berbohong. 

"Kita harus tahu kondisi netralnya seperti apa," kata dia. Ada orang yang dalam situasi netral memang terbiasa melakukan sesuatu yang dianggap sebagai ciri-ciri berbohong. 

Bila seseorang melakukan sesuatu yang  menyimpang dari kebiasaan netralnya, misalnya tiba-tiba tercekat dan menelan ludah padahal sebelumnya berbicara  lancar, maka ada kemungkinan dia sedang merasa cemas, takut atau gugup.

Ketiga adalah suara. Sama dengan gestur, menilai suara juga harus dibarengi dengan memahami latar belakang dari orang tersebut. Misalnya, suara marah orang Sunda atau Jawa tidak bisa disamakan dengan orang yang berasal dari Sumatera. Keempat dan kelima adalah kata-kata verbal serta gaya bicara. 

Selain lima indikator itu, ada juga tes poligraf yang berfungsi untuk mengenali perubahan reaksi pada tubuh ketika berbohong, seperti berkeringat, denyut jantung lebih cepat, perubahan warna kulit menjadi lebih pucat dan tekanan darah lebih tinggi. 

Handoko menambahkan ketika berbohong tubuh seseorang menjadi lebih kaku dan postur tubuh membungkuk. 


Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015